Beranda Berita Viral! Kuasa Hukum Bongkar Kejanggalan Kasus Narkoba di Bali, Singgung Urine Rp9...

Viral! Kuasa Hukum Bongkar Kejanggalan Kasus Narkoba di Bali, Singgung Urine Rp9 Juta dan Etika Oknum Polisi

0
Kuasa hukum Galuh Dwipa Fauji, Teddy Raharjo (kanan), saat menunjukkan berkas laporan dan bukti dugaan pelanggaran prosedur hukum yang dilakukan oknum anggota Polres Karangasem, didampingi rekannya di Denpasar, Kamis (30/10/2025).

DENPASAR – Dunianewsbali.com, Kuasa hukum Galuh Dwipa Fauji, Teddy Raharjo, melaporkan dua anggota Polres Karangasem ke Propam Polda Bali atas dugaan penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran prosedur hukum dalam penanganan perkara narkotika yang menjerat kliennya.

Dalam keterangan kepada wartawan, Kamis (30/10/2025) di Denpasar, Teddy menyampaikan kekecewaannya terhadap proses pelimpahan berkas perkara tahap II ke Kejaksaan yang dinilai tidak transparan dan mengabaikan hak pendampingan hukum.

Menurut Teddy, dirinya sama sekali tidak dilibatkan dalam pelimpahan tersebut, padahal masih secara sah mendampingi Galuh Dwipa Fauji berdasarkan surat kuasa yang berlaku.

“Saya mendampingi klien sejak pemeriksaan awal hingga pemeriksaan dokter. Namun saat pelimpahan tahap II ke Kejaksaan, saya tidak pernah dihubungi. Ini jelas pelanggaran terhadap Pasal 58 dan 69 KUHAP yang mengatur kewajiban pendampingan hukum bagi tersangka,” tegas Teddy.

Ia menilai tindakan tersebut merupakan bentuk penyalahgunaan kewenangan sekaligus pelanggaran serius terhadap hak hukum tersangka.

Soroti Dugaan Kejanggalan Tes Urine dan Praktik Tak Etis. Teddy juga mengungkap sejumlah kejanggalan dalam penanganan perkara tersebut.

Menurutnya, Galuh ditangkap dengan barang bukti narkotika seberat 0,07 gram netto beserta alat hisap, namun hasil tes urinenya justru negatif, meski mengaku baru saja menggunakan narkoba.

“Ini bukan kasus pertama. Ada sebelas klien saya sebelumnya yang mengalami hal serupa,” ujarnya.

Ia bahkan menerima informasi adanya praktik jual beli urine dengan nilai mencapai Rp9 juta untuk mengatur hasil tes sesuai keinginan. Dugaan tersebut, kata Teddy, harus segera diselidiki karena berpotensi merusak integritas penegakan hukum di internal kepolisian.

Selain itu, Teddy menuding adanya dugaan pelanggaran etik oleh oknum aparat. Ia mengaku menerima laporan dari istri Galuh yang disebut mendapat ajakan pertemuan pribadi di luar jam dinas dari salah satu anggota polisi.

Baca juga:  Festival 'I Love My River' Perkuat Kesadaran Lingkungan di Tukad Legian

“Ada bukti chat-nya. Ini jelas tidak pantas dan melanggar kode etik profesi,” tegasnya, seraya meminta Propam Polda Bali memeriksa tidak hanya aspek administratif, tetapi juga dugaan pelanggaran etik tersebut.

Lebih lanjut, Teddy juga mempertanyakan alasan penyidik tidak memberikan rekomendasi rehabilitasi terhadap Galuh, meski hasil pemeriksaan dokter Anak Agung Hartawan pada 21 Oktober 2025 menunjukkan bahwa Galuh memiliki riwayat penggunaan sabu sejak usia sekolah dengan tanda-tanda ketergantungan ringan hingga sedang.

“Dokter sudah jelas merekomendasikan rehabilitasi sosial agar klien saya bisa kembali produktif dan adaptif. Tapi rekomendasi itu diabaikan,” ujarnya.

Teddy menegaskan, dalam Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2020 dan Peraturan Kejaksaan Nomor 18 Tahun 2021, perkara dengan barang bukti kecil seharusnya diarahkan pada restorative justice dan rehabilitasi, bukan pemidanaan.

Hal itu juga sejalan dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3 Tahun 2015 dan SEMA Nomor 1 Tahun 2017, yang menegaskan bahwa pengguna narkotika dengan barang bukti kecil lebih tepat menjalani rehabilitasi.

Meski menghadapi sejumlah kejanggalan, Teddy memastikan pihaknya tetap menggunakan jalur hukum sesuai regulasi yang berlaku.

“Kami akan menempuh upaya restorative justice, baik di Kejaksaan maupun di Pengadilan, sesuai semangat keadilan dan kemanusiaan yang diatur dalam peraturan hukum di Indonesia,” pungkasnya. (red/els)