
KLUNGKUNG – Dunianewsbali.com,
Salah satu Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) di Bali kini berada dalam sorotan tajam. Lembaga yang seharusnya menjadi rujukan objektif penilaian aset justru diduga menjadi sumber kekacauan dalam penentuan nilai ganti rugi lahan proyek Pusat Kebudayaan Bali (PKB) di Klungkung. Penilaian yang dinilai tidak wajar tersebut disebut merugikan pemilik lahan, termasuk PT Adi Murti, sehingga perkara ini kini resmi bergulir ke ranah hukum.
PT Adi Murti bersama PT Arsa Buana Manunggal (ABM) telah mengajukan Gugatan Perdata Nomor: 655/Pdt.G/2025/PN Dps terhadap KJPP Provinsi Bali atas dugaan penurunan nilai aset tanah yang tidak sesuai ketentuan. Gugatan ini diajukan karena penilaian ganti rugi yang ditetapkan dianggap tidak layak dan tidak mencerminkan amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Kepentingan Umum.
Agenda Pemeriksaan Setempat
Agenda Pemeriksaan Setempat (PS) digelar di kawasan Gunaksa, Klungkung, Jumat (7/11/2025). Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat langsung kondisi objek sengketa sebagai dasar pertimbangan majelis hakim dalam memutus perkara.

Hadir dalam acara tersebut Tim Hukum PT Adi Murti & PT Arsa Buana Manunggal yang dipimpin A.A. Bagus Adhi Mahendra Putra, serta Hakim Ketua Pemeriksaan Setempat, Melby Nurrahman, S.H., M.H.. Sementara itu, dari pihak KJPP Tjandra Kasih sebagai tergugat, hadir kuasa hukumnya I Gusti Agung Dian Hendrawan, S.H., M.H. dan Yudik Purwanto, S.H.
Pemeriksaan ini menjadi tahap penting untuk menilai apakah penetapan nilai tanah oleh KJPP telah sesuai fakta lapangan atau justru menyimpang seperti dalil penggugat.
PT Adi Murti memiliki 11 bidang tanah seluas total 180 are (1,8 hektare) dengan nilai perolehan lebih dari Rp 13,4 miliar pada tahun 2017. Namun pada penilaian tahun 2025, KJPP menetapkan nilai tanah tersebut hanya sekitar Rp 4,7 miliar. Selisih hampir Rp 9 miliar inilah yang menjadi inti persoalan.
Tanah tersebut berada di lokasi strategis dan memiliki akses jalan. Karena itu, penurunan nilai dinilai tidak logis.
“Secara logika pasar, harga tanah di Bali tidak pernah turun. Yang terjadi justru sebaliknya: setiap tahun meningkat. Jadi ketika penilaian KJPP menunjukkan nilai yang merosot jauh, tentu ada hal yang tidak wajar di sana. Dan kejanggalan ini tidak bisa kami diamkan,” ujar anggota tim kuasa hukum PT Adi Murti, I Gede Bagus Ananda Pratama.

Koordinator Tim Kuasa Hukum, AA Bagus Adhi Mahendra Putra, menegaskan bahwa gugatan tidak ditujukan kepada Pemprov Bali maupun BPN, karena sumber persoalan berada pada KJPP sebagai lembaga penilai.
“Pemprov Bali tidak salah. Yang salah adalah penilaian KJPP. Pemprov hanya membayar sesuai nilai yang diberikan KJPP. Justru penilaian itulah yang menjerumuskan,” tegasnya.
Yang mengundang tanda tanya lebih besar, KJPP yang menilai tanah pada 2025 adalah lembaga yang sama yang melakukan penilaian pada 2017, namun nilainya justru turun setelah delapan tahun, bertentangan dengan tren harga tanah di Bali.

PT Adi Murti menegaskan tidak menolak pembangunan PKB. Perusahaan mendukung penuh proyek strategis kebudayaan Bali ini, namun pembangunan tidak boleh mengorbankan hak pihak yang terdampak.
“Kami hanya meminta nilai tanah kami dikembalikan sesuai harga perolehan. Kami tidak meminta lebih,” ujar Gus Adhi.
Saat Pemeriksaan Setempat berlangsung, perwakilan KJPP menolak memberi keterangan kepada awak media dan memilih meninggalkan lokasi tanpa komentar.
Persoalan ini bukan sekadar angka dan dokumen penilaian. Ini menyangkut rasa keadilan. Pembangunan untuk kepentingan umum tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan pihak lain. Bila penilaian yang keliru dibiarkan, maka ruang ketidakadilan semakin terbuka lebar. KJPP harus menjelaskan, pengadilan harus memastikan, dan publik memiliki hak untuk mengetahui kebenaran tanpa ditutupi. (Red/Ich)







