DENPASAR – Dunianewsbali.com, Pameran “Nadi Cita Tampaksiring” menonjolkan kekayaan ekspresi visual yang sangat beragam, mulai dari lukisan, patung, instalasi, ukiran tulang, hingga ogoh-ogoh yang menjadi ikon baru Tampaksiring. Keragaman ini mencerminkan luasnya bentang sejarah budaya rupa setempat dari temuan masa prasejarah seperti Nekara Pejeng hingga perkembangan seni modern dan kontemporer.
Gelaran besar ini dipresentasikan oleh Amarawati Art Community, komunitas perupa asal Tampaksiring, dan diselenggarakan di Griya Santrian Gallery, Sanur, Bali. Pameran resmi dibuka dan akan berlangsung hingga 31 Desember 2025, menjadi ruang apresiasi bagi publik untuk menyaksikan perkembangan seni dari kawasan bersejarah tersebut.

Tampaksiring sebagai wilayah yang diapit Sungai Pakerisan dan Petanu dikenal memiliki warisan arkeologis penting seperti Pura Pegulingan dan Gunung Kawi. Sejak masa pra-kemerdekaan, seniman lokal seperti Ida Bagus Mukuh dan Ida Bagus Grebuak telah merekam kehidupan masyarakat melalui karya mereka. Lukisan Grebuak yang menggambarkan pertandingan sepak bola tahun 1929 bahkan kini tersimpan di Museum Volkenkunde Belanda.

Kurator pameran, I Made Susanta Dwitanaya, menjelaskan bahwa tema “Nadi Cita Tampaksiring” merujuk pada aliran kreativitas yang tumbuh dari konteks geografis dan spiritual masyarakatnya. Dalam kosmologi Bali, nadi dimaknai sebagai aliran sungai dalam makrokosmos (jagat agung), pembuluh darah pada mikrokosmos (jagat alit), dan arus energi halus yang menghidupkan manusia. Dikombinasikan dengan kata cita yang bermakna kreativitas tema ini menegaskan bahwa karya-karya yang dipamerkan merupakan hasil dari energi budaya yang terus mengalir di Tampaksiring.
Amarawati Art Community sendiri berdiri pada tahun 2016. Nama komunitas ini diambil dari penggalan Prasasti Tengkulak (945 Saka/1023 M), yang menyebut katyagan atau kadewa guruan di Pakerisan, diduga terkait dengan nama lama situs Candi Tebing Gunung Kawi Tampaksiring. Semangat katyagan itulah yang dihidupkan kembali melalui karya-karya anggota komunitas.

Owner Griya Santrian Gallery, Ida Bagus Gede Sidharta Putra, dalam pembukaannya menegaskan peran galeri sebagai ruang penting bagi perkembangan seni rupa Bali. Ia menyebut bahwa karya-karya Amarawati Art Community kali ini menunjukkan eksplorasi medium dan bentuk yang luas, sekaligus menandai dedikasi kuat para perupa terhadap budaya visual tempat mereka berasal.

Salah satu daya tarik utama pameran adalah kehadiran seni ogoh-ogoh Tampaksiring yang dikenal luas sejak 2018 karena karakter visualnya yang realistis dan ekspresif. Detail gestur dan raut wajah yang kuat memperlihatkan bagaimana tradisi setempat terus diperbarui melalui proses reinvented tradition, sehingga tetap relevan di era modern.
Kurator lainnya, Savitri Sastrawan, menambahkan bahwa kekuatan pameran kali ini terletak pada keberagaman disiplin yang terlibat. Tidak hanya seni lukis, tetapi juga fotografi, tato art, instalasi, dan seni rupa kontemporer lainnya. Ia menyebut bahwa pendekatan kuratorial tahun ini membuka ruang lebih luas bagi pembacaan sosial-budaya Tampaksiring. “Ini bukan hanya soal seni visual, tetapi peta lengkap bagaimana masyarakat Tampaksiring berkesenian,” ujarnya.

Secara keseluruhan, “Nadi Cita Tampaksiring” menghadirkan akumulasi karya dari berbagai generasi seniman senior, perupa muda, hingga anak-anak yang mulai menekuni seni. Medium yang dipamerkan pun beragam, seperti fotografi, tato, ogoh-ogoh, ukiran tulang, lukisan, patung, dan anyaman. Pameran ini menjadi perayaan atas budaya rupa Tampaksiring yang autentik, matang, dan selalu berkembang, sekaligus memberi kontribusi penting bagi perkembangan seni rupa Bali masa kini. (ich)








