Bali – Dunianewsbali.com, Seorang ayah asal Australia yang telah terpisah secara pahit dari kedua putri kembarnya selama tiga tahun di Bali, melaporkan mereka hilang dalam upaya putus asa untuk meminta bantuan pihak berwenang Indonesia menyatukan kembali keluarganya.
Paul La Fontaine (60 tahun) tidak lagi bertemu dengan kedua putri kembarnya, Isla dan Sianna (7 tahun), sejak ia terbang ke Australia untuk menjalani operasi darurat pada tahun 2022, dan meninggalkan mereka bersama mantan istrinya, ibu mereka yang berusia 39 tahun, Adinda Paramitha.
Pasangan ini telah menikah selama lima tahun sebelum akhirnya berpisah tak lama setelah dirinya didiagnosis menderita kanker prostat pada tahun 2018, yang menyebabkan fungsi alat vitalnya terganggu secara permanen.
Sepuluh hari setelah operasinya, ia kembali ke Bali, tempat ia telah tinggal selama empat tahun, tepat waktu untuk ulang tahun ketiga putri-putrinya. Namun, ia tercengang ketika mendapati bahwa mereka telah pindah tanpa meninggalkan alamat baru.
“Saya sangat terpukul dan tidak bisa dihibur,” katanya kepada media.
“Mainan mereka masih tergeletak di luar,dan saya bertanya kepada tetangga serta staf, tetapi tidak seorang pun tahu ke mana mereka pergi.”
“Bagi saya,mereka masih bayi-bayi yang bisa saya gendong. Saya adalah ayah mereka dan menyayangi mereka. Sungguh memilukan.”
Sejak saat itu, Paul terus berusaha mencari keberadaan anak-anaknya, memohon bantuan pengadilan, polisi, bahkan pemerintah Australia, namun semuanya sia-sia.
Ayah tersebut mengatakan bahwa ia melaporkan mereka hilang enam bulan lalu karena “hukum Indonesia tidak menegakkan perintah perwalian anak” dan ia mengklaim tidak memiliki pilihan lain.
“Ini adalah celah dalam sistem dan begitu banyak anak yang menderita karenanya. Saya memiliki hak asuh bersama yang diberikan dalam perceraian kami.”
“Putri-putri saya adalah warga negara Australia dan pemerintah kami telah mengirimkan surat kepada Menteri Luar Negeri Indonesia,tetapi semua upaya itu sia-sia.”
Paul bertemu dengan mantan istrinya, seorang pramugari yang cantik, saat bekerja di Hong Kong pada tahun 2009. Setelah menjalin hubungan yang perlahan-lahan dan mantap, pasangan ini menikah dalam acara sederhana yang dihadiri keluarga dekat pada tahun 2014.
Saat itu, ia bekerja untuk Woolworths asal Afrika Selatan yang mengambil alih David Jones dan ditugaskan ke berbagai belahan dunia sebagai bagian dari perannya sebagai Direktur Desain.
Karena tidak bisa mendapatkan keturunan secara alami, pasangan ini memulai program bayi tabung (IVF) di klinik fertilitas dan pada September 2018, mereka sangat gembira mengetahui bahwa mereka sedang mengandung anak kembar.
Mereka membeli sebidang tanah di Bali sekitar waktu yang sama untuk membangun rumah impian mereka, sebelum pindah ke Cape Town, Afrika Selatan, untuk urusan pekerjaannya.
Tak lama setelah tiba di Afrika Selatan, ia menerima diagnosis kanker prostat yang menghancurkan.
“Saya menjalani operasi robotik untuk mengangkat prostat saya, tetapi ada komplikasi dan saya kehilangan fungsi alat vital saya,” katanya.
“Dokter telah mencoba segala cara,termasuk memberikan dosis Viagra yang tinggi, tetapi kerusakannya tidak dapat dipulihkan.”
Pada masa inilah retak-retak mulai muncul dalam hubungan mereka yang sebelumnya solid.
Paul mengatakan bahwa karena malam-malamnya yang gelisah akibat berjuang dengan masalah inkontinensia (tidak bisa menahan buang air kecil), mereka pindah ke kamar terpisah dan mulai sering bertengkar.
“Saya tetap bekerja 12 jam setiap hari karena kami sudah mulai membangun rumah di tanah kami di Bali, dan saya khawatir tentang masalah keuangan dan keluarga.”
“Seharusnya saya mengambil waktu untuk pulih,tetapi saya takut kehilangan pekerjaan, bahkan istri saya karenanya,” ujarnya sendu.
Dengan pernikahan mereka di ambang kehancuran, pasangan ini memutuskan untuk meninggalkan Afrika Selatan dan pindah ke Bali. Namun, Paul mengatakan bahwa ia dilayangkan dengan surat cerai dalam beberapa minggu setelah pindah.
Awalnya, mereka secara bersama-sama mengasuh anak kembar mereka seperti yang diatur dalam perjanjian cerai dan perintah pengadilan. Namun, ia mengatakan hubungan itu memburuk dan akses rutin untuk bertemu putri-putrinya menjadi semakin sulit.
Kemudian, pada tahun 2022, ia mengunjungi Australia untuk operasi, dan mimpi buruk pencarian selama tiga tahun untuk menemukan putri-putrinya pun dimulai ketika ia kembali ke Bali.
“Saya telah melibatkan empat agensi perlindungan anak, saya telah pergi ke Pemerintah Pusat sebanyak tujuh kali.”
“Saya telah menulis kepada Kementerian HAM dan tahun lalu mereka mengadakan pertemuan yang dihadiri polisi,agensi perlindungan anak, dan sebuah rumah sakit setempat. Ini adalah pertama kalinya banyak lembaga berkumpul untuk membahas kasus Penculikan oleh Orang Tua.”
“Saya telah membuat halaman media sosial,memasang poster di mana-mana, dan menindaklanjuti setiap petunjuk yang saya dapatkan.”
“Saya telah pergi ke pengadilan untuk meminta mereka mengeksekusi putusan hak asuh bersama,dan mereka hanya menyuruh saya untuk mengeksekusinya sendiri,” jelas Paul.
Paul mengatakan ia tidak akan pernah menyerah untuk berharap dapat bertemu kembali dengan putri-putri kecilnya.
“Sampai saat itu tiba, saya akan terus merayakan ulang tahun mereka karena saya ingin merayakan kehidupan mereka, baik bersama mereka atau tanpa kehadiran mereka,” tekadnya.
“Saya selalu membelikan mereka gaun,dan suatu hari nanti saya akan tunjukkan kepada mereka bahwa saya tidak pernah menyerah,” pungkasnya. (Brv)








