BANGLI – Dunianewsbali.com, Desa Wisata Penglipuran terus menunjukkan konsistensinya sebagai desa wisata regeneratif di Bali. Melalui pelestarian hutan bambu, tata desa berbasis budaya, serta keterlibatan penuh masyarakat, Penglipuran menjadi contoh sukses pariwisata yang tidak hanya menjaga, tetapi juga memulihkan kembali alam dan nilai sosial. Setiap kunjungan wisata diarahkan memberi dampak positif yang berkelanjutan bagi lingkungan dan komunitas lokal.
Konsep ini tumbuh dari filosofi Tri Hita Karana, yang mengharmoniskan hubungan manusia dengan Tuhan, sesama, dan alam. Pendekatan tersebut menjadikan Penglipuran sebagai destinasi yang hijau, tertib, dan berakar kuat pada budaya. Model pengelolaan ini kini menjadi rujukan nasional untuk pariwisata regeneratif.
Memasuki Hari Raya Natal dan Tahun Baru, Penglipuran memperkuat pesan keberlanjutan tersebut melalui rangkaian atraksi budaya yang dikemas lebih hangat, hijau, dan bermakna. Perayaan akhir tahun tidak hanya dihadirkan sebagai hiburan, tetapi juga sebagai wujud komitmen desa dalam melestarikan budaya, menjaga lingkungan, dan memberdayakan masyarakat lokal sebagai pelaku utama pariwisata.

General Manager Desa Wisata Penglipuran, I Wayan Sumiarsa, mengatakan bahwa persiapan dilakukan secara menyeluruh demi menciptakan pengalaman wisata yang aman, nyaman, dan sarat nuansa budaya Bali.
“Akhir tahun selalu menjadi momen yang ditunggu wisatawan. Tahun ini kami tidak hanya menambah atraksi, tetapi juga memperkuat pesan bahwa setiap kunjungan ke Penglipuran ikut berkontribusi pada pelestarian alam, budaya, dan kesejahteraan warga,” ujarnya.
Sumiarsa menegaskan bahwa Penglipuran kini melangkah lebih jauh dari pariwisata berkelanjutan menuju pariwisata regeneratif, di mana setiap aktivitas wisata diharapkan memberi dampak pemulihan bagi lingkungan dan sosial desa.

Rangkaian acara utama akan dibuka dengan Parade Barong Macan pada 27 Desember 2025. Sebanyak 15 Barong Macan akan melintasi jalur utama desa, diiringi tabuh gamelan dan penabuh muda dari banjar setempat. Parade yang digelar bersama Yowana Putra Yudha Penglipuran ini bukan hanya tontonan atraktif, tetapi juga ajang regenerasi seni yang melibatkan generasi muda sebagai penari, penabuh, hingga tim produksi.
Selanjutnya, pada 28 Desember 2025 hingga 1 Januari 2026, desa akan menampilkan pertunjukan dramatik “Tetantria Macan Gading”, sebuah karya yang menggabungkan tari, musik tradisional, dan teatrikal. Pertunjukan ini menyampaikan pesan tentang keberanian, kebersamaan, dan harmoni manusia dengan alam—nilai yang sejalan dengan karakter Penglipuran sebagai desa budaya berbasis lingkungan.
Menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru, seluruh desa akan dihiasi dekorasi bambu dan material alami lainnya, menggantikan ornamen plastik sekali pakai. Langkah ini mempertegas komitmen Penglipuran untuk tetap meriah tanpa menambah beban ekologis, selaras dengan prinsip pariwisata regeneratif.
Pengalaman wisata makin lengkap dengan hadirnya Program Spesial Bamboo Café, yang menyajikan kuliner lokal dan musik akustik di tengah hutan bambu. Menu khusus Natal dan Tahun Baru dihadirkan dengan menonjolkan bahan lokal dan cita rasa tradisional.
Untuk mengantisipasi lonjakan wisatawan, pengelola desa menambah petugas layanan dan pengamanan, menyediakan titik informasi, serta memasang papan edukasi mengenai tata tertib dan prinsip wisata hijau agar kunjungan tetap tertib dan selaras dengan kapasitas desa.
“Kami mengundang wisatawan dari seluruh Indonesia dan mancanegara untuk merayakan Natal dan Tahun Baru di Desa Wisata Penglipuran. Datanglah bukan hanya untuk berfoto, tetapi juga untuk ikut menjaga kebersihan, menghormati adat, membeli produk UMKM lokal, dan menjadi bagian dari gerakan pariwisata regeneratif. Bersama-sama, kita bisa memastikan bahwa desa ini tetap lestari dan semakin kuat untuk generasi mendatang,” tutup Sumiarsa. (red)








