Beranda Kesehatan Gerakan Bali Spa Bersatu Mengadu Ke DPR RI

Gerakan Bali Spa Bersatu Mengadu Ke DPR RI

0
Foto Audensi Bali Spa Bersatu dengan Gede Sumarjaya Linggih (Demer) Anggota DPR RI Komisi VI

DENPASAR – Pergolakan perlawanan dari Gerakan Bali Spa Bersatu dalam memperjuangkan pajak 40% sampai ke telingan seorang DPR RI Gde Sumarjaya Linggih.

Dalam pesan singkat yang dikatakan Gde Sumarjaya Linggih (Demer) bahwa dengan dukungan ahli hukum Pajak spa cukup disamakan dengan sektor hotel & restaurant yaitu 10%.

Audensi gerakan yang dipimpin langsung oleh I Gusti Ketut Jayeng Saputra, bersama dengan tim ahli hukum Muhammad Hidayat dan Muhammad Ahmadi, bertemu dengan Gde Sumarjaya Linggih, S.E., M.AP, anggota DPR RI, untuk membahas masalah mendesak yang dihadapi industri spa di Bali.

Demer sendiri menunjukkan dukungan yang kuat untuk industri spa ini dengan menekankan bahwa insentif fiskal seharusnya mendukung UMKM dan tidak boleh  berlarut-larut.

Ia yang memiliki anak yang juga berbisnis spa menjelaskan bahwa pemerintah harus mendorong untuk bersikap proaktif dan adil, tanpa menunggu inisiatif dari pengusaha, sesuai  dengan keputusan Mendagri.

Eling Spirit, penasehat spiritual dari Pejeng, memberikan dimensi spiritual dan budaya  dalam diskusi ini. Beliau, seorang aktivis yoga dan tapa brata, menekankan pentingnya  menjaga harmoni dan nilai kearifan lokal Bali.

Ajakan ‘Mulat Sarira’ dari Eling Spirit  adalah seruan untuk introspeksi dan pemahaman mendalam tentang pentingnya menjaga warisan Bali, termasuk di dalamnya adalah keputusan pemerintah yang  berpihak pada kebenaran dan keadilan.

Menyoroti aspek hukum, Muhammad Hidayat dan Muhammad Ahmadi menambahkan  bahwa jika spa tetap harus dikategorikan sebagai hiburan, walaupun definisi dan  aktivitas mandi uap/spa tidak satupun ada menerangkan dan menjelaskan hiburan.

Mereka menyarankan agar pemerintah mengambil kebijakan yang adil dimana spa  disesuaikan dengan UU No. 1 Tahun 2022, khususnya pada Pasal 55 Ayat 1 Huruf K,  yang setara dengan panti pijat dan pijat reflexi, bukan Huruf L yang menyamakan spa  dengan klub malam dan diskotik, beliau menambahkan bahwa ini tidak selaras dan sumber ketidakadilan.

Baca juga:  Ketut Sumedana Harapan Baru Penegakan Hukum di Bali

Mereka menuntut keadilan dalam kebijakan pajak, memperjuangkan spa di Bali agar  tidak disamakan dengan hiburan dan memohon pemerintah untuk menetapkan pajak  yang adil, sesuai sesuai dengan fitrahnya spa itu sendiri yang artinya Salus Per Aquam,  Sehat Pakai Air, jika di Bali telah banyak dipakai sebagai sarana pelukatan dan juga  dikenal dengan kumkuman.

Jika hal ini dipahami mestinya pungutan pajak sama  dengan sektor lain seperti hotel dan restoran yaitu 10%, serentak se-Bali. Mereka menambahkan, Justru ini saatnya pemerintah mengambil kesempatan untuk  mengembalikan kesalahan yang pernah terjadi dimana pajak sebelumnya berbeda-beda  dari 10% di Buleleng, Gianyar 12.5% sampai 15% untuk Badung.

” Ayo sadari bahwa ini  adalah sebuah kesalahan sebelumnya dan sekarang gunakan momentum ini untuk bersama-sama membela masyarakat dan umkm Bali, ” ujarnya.

Gde Sumarjaya Linggih, S.E., M.AP, menegaskan proses Judicial Review ke Mahkamah  Konstitusi RI sudah berada pada langkah yang benar dalam mengembalikan marwah  spa yang tidak cocok masuk hiburan.

Audiensi ini bukan hanya sebuah pertemuan,  tetapi simbol dari kesatuan dan kekuatan masyarakat Bali dalam menghadapi kebijakan  yang tidak adil.

Gerakan Bali Spa Bersatu #SaveBaliSpa berharap pemerintah akan mempertimbangkan  ulang kebijakan mereka dan melihat dampak luasnya, tidak hanya pada industri spa tetapi juga pada pariwisata Bali secara keseluruhan.

” Mereka berjuang bukan hanya  untuk keadilan bisnis, tetapi untuk menjaga warisan, budaya, dan nilai-nilai Bali, ” ujar Demer, Sabtu (27/01/2024)  Audiensi ini menandai langkah penting dalam upaya mereka untuk memastikan bahwa  industri spa di Bali tetap berdiri kokoh sebagai bagian integral dari pariwisata dan budaya pulau Bali. (Tim)