DENPASAR-Dunianewsbali.com|Viola Cipta yang ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polsek Kuta Utara akhirnya mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Denpasar. John Korassa Sonbai dkk., dari LBH HPP PETA selaku kuasa hukum Viola Cipta mengatakan sidang gugatan praperadilan yang dimohonkan akan digelar pada hari Jumat (26/4/2024).
Dikatakannya, pihak mengajukan gugatan praperadilan karena menduga bahwa dalam penetapan tersangka terhadap kliennya banyak ditemukan kejanggalan. “Banyak kejanggalan yang kami temukan dalam penetapan tersangka terhadap klien kami terkait kasus dugaan penggelapan,” ujar John Korassa yang ditemui di Denpasar, Kamis (25/4/2024).
Dalam gugatanya tercantum bahwa, penetapan tersangka terhadap Viola Cipta dianggap tidak sah karena pemohon (Viola Cipta) ditetapkan sebagai tersangka tanpa adanya surat penetapan tersangka.”Jadi penetapan tersangka baru diketahui oleh pemohon melalui surat panggilan sebagai tersangka oleh termohon.
“Selain itu soal jumlah kerugian yang pasti atas dugaan penggelapan yang dilakukan oleh pemohon juga belum pasti karena belum adanya audit dari akuntan publik,” jelas John Korassa didampingi rekannya Johanes Budi Raharjo. Selain itu John Korassa juga menuturkan bahwa penetapan tersangka terhadap pemohon juga tidak berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
Dijelaskan John Korassa berharap, dua alat bukti dan pemeriksaan saksi untuk transparansi dan perlindungan hak asasi seseorang agar sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka telah dapat memberikan keterangan secara berimbang.
“Penetapan tersangka juga harus melalui mekanisme gelar perkara, kecuali tertangkap tangan,” jelasnya. Selain itu alasan pemohon mengajukan gugatan praperadilan karena menganggap pelapor I Ketut Nurata tidak memiliki legal standing atau kedudukan hukum sebagai pelapor.
Dimana I Ketut Nurata sebagai pelapor mendapatkan kuasa dari Lily Djodi dan Gregory Carlo Lucien Lentini yang dalam hal ini bertindak selaku ketua manajemen dan anggota manajemen Kerja Sama Operasi Adhya Kuliner (KSO Adhya Kuliner) tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing sebagai pelapor.
“Jelas nama-nama yang saya sebut itu tidak memiliki kedudukan hukum sebagai pelapor karena tidak jelas siapa yang berhak mewakili KSO Adhya Kuliner, sehingga seharusnya dibuktikan dengan legal standing tersebut pada anggaran dasar dan atau kesepakatan kerjasama operasional atau kerjasama operasional tentang siapakah yang berhak mewakili KSO Adhya Kuliner,” terang salah satu pengacara senior di Bali ini.
Dalam permohonannya termohon juga melampirkan pendapat hukum yang tertuang dalam M. Yahya Harahap mengenai “pembahasan permasalahan penerapan KUHAP, penyidikan dan penuntutan”. Dijelaskan bahwa Pasal 374 KUHP adalah delik aduan, sehingga orang yang dapat melakukan pengaduan adalah orang yang menderita atau yang dirugikan.
Berdasarkan urain itu, maka jelas bahwa dalam perkara ini pelapor tidak memiliki kedudukan hukum karena pelapor bukanlah pihak yang dirugikan atau pelapor bukan korban dalam perkara aquo.
“Terlebih lagi surat kuasa pelapor yang ditujukan untuk membuat laporan tidak dibubuhi tanda tangan pelapor selaku kuasa dari Lily Djodi dan Gregory Carlo Lucien Lentini untuk mewakili membuat laporan polisi, maka pelapor jelas tidak dapat mewakili segala kepentingan Lily Djodi dan Gregory Carlo Lucien Lentini,” tegasnya.
Dengan alasan tersebut, pemohon berharap agar hakim praperadikan menyatakan penetapan pemohon sebagai tersangka merupakan perbuatan yang sewenang wenang yang tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Menyatakan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat penetapan tersangka terhadap pemohon.
“Kami juga meminta agar hakim praperdilan menyatakan bahwa memerintahkan kepada pemohon untuk menghentikan penyidikan dan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan. Dan kami juga meminta agar termohon mengeluarkan pemohon dari rumah tahanan Polsek Kuta Utara,” pungkas John Korassa.(DNB)