Beranda Berita Visi Lokal, Aksi Global: Jejak Alit Yandinata di Dunia Politik

Visi Lokal, Aksi Global: Jejak Alit Yandinata di Dunia Politik

0

BADUNG – I Putu Alit Yandinata, lahir pada tahun 1974 di Badung, Bali, adalah seorang pengusaha sukses dan politisi ulung. Ia lahir dalam keluarga pengusaha daging sapi. Sejak kecil, Alit sudah terbiasa dengan kerasnya dunia usaha yang dijalankan oleh ayahnya, seorang jagal sapi yang memasok daging hingga ke Jakarta. Pengalaman ini memberinya fondasi kuat dalam dunia bisnis yang kemudian membentuk kepribadiannya sebagai seorang wirausaha.

Sejak duduk di bangku SD, Alit sudah dilatih untuk menari Bali. Pada usia muda, ia kerap tampil di hotel-hotel besar di wilayah Kuta, seperti Pertamina Cottage (sekarang Hotel Patrajasa) dan Bali Padma. Dari menari, Alit sudah mulai menghasilkan uang sejak usia dini, bahkan sempat mendapatkan honor hingga 500 ribu rupiah per pentas pada tahun 1993, jumlah yang sangat besar kala itu.

Selain menari, Alit juga terjun ke dunia bisnis. Pada masa remajanya, Alit mulai terlibat dalam bisnis keluarga, mengantarkan daging sapi ke pasar-pasar di Denpasar dan Ubud. Ketekunan dan semangatnya dalam berdagang membuatnya mampu menjalankan bisnis dengan baik sembari melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Industri Pariwisata (SMIP). Alit kemudian melanjutkan pendidikan di Universitas Warmadewa sambil menjalankan berbagai usaha, seperti jual onderdil dan menjual LPG.

Di usianya yang masih muda, Alit terus mengembangkan bisnisnya. Ia memiliki 11 unit truk yang digunakan untuk usaha transportasi pasir dan gas LPG. Selain itu, ia juga mendirikan beberapa wartel di Bali, ketika usaha wartel sedang booming. Kesuksesan dalam dunia usaha mengantarkannya memiliki beberapa bisnis lain seperti percetakan, cuci mobil, dan bahkan usaha besi.

Pada tahun 1995, Alit mulai memasuki dunia politik dengan menjadi pengurus partai PDIP di tingkat ranting. Perjalanannya di dunia politik berlangsung dengan penuh tantangan dan liku. Pada tahun 1999, pemekaran wilayah di desa tempat tinggalnya memberi peluang bagi Alit untuk semakin aktif dalam politik lokal. Ia mulai dikenal sebagai sosok yang memperjuangkan kepentingan masyarakat melalui jalur politik.

Baca juga:  Aktivis Kebijakan Publik Sesalkan Widya Andescha, Tuduh Wartawan Buat Berita Palsu

Alit tidak pernah merencanakan karir politiknya dengan matang, semuanya terjadi secara mengalir. Namun, kecintaannya pada masyarakat dan keinginannya untuk memperjuangkan hak-hak mereka membuatnya terus terlibat dalam partai politik.

Pada tahun 2004, Alit mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Badung, tetapi gagal karena berbagai alasan teknis. Meskipun demikian, ia terus berjuang dan akhirnya berhasil menjadi anggota DPRD pada tahun 2009.

Selama karier politiknya, Alit dikenal sebagai politisi yang gigih memperjuangkan aspirasi masyarakat. Salah satu proyek yang ia perjuangkan adalah pembangunan Lapangan Sempidi dan perbaikan beberapa sekolah di wilayahnya. Komitmennya terhadap masyarakat membuatnya terpilih kembali sebagai anggota DPRD Badung selama empat periode berturut-turut hingga tahun 2024.


Namun, Alit merasakan bahwa sistem politik modern telah berubah, dan kadang-kadang tidak lagi sejalan dengan prinsip-prinsip yang ia pegang. Kaderisasi dalam partai politik menjadi salah satu masalah yang ia soroti, karena sering kali loyalitas kader partai tidak dihargai. Ia percaya bahwa idealisme dan harga diri sangat penting dalam politik, dan karena itulah, meskipun berada di jalur politik selama lebih dari 25 tahun, ia tidak pernah melupakan akar dan prinsip-prinsip hidupnya.

Kini, Alit Yandinata melalui partai Gerindra, bersama I Wayan Suyasa, maju mengikuti ajang kontestasi Pilkada menjadi calon Bupati/Wakil Bupati Badung dengan fokus untuk memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat.

Sebagai seorang pemimpin visioner, dirinya tengah mengusung program ambisius untuk memperkuat budaya lokal sekaligus memajukan ekonomi kerakyatan. Dalam serangkaian pernyataan yang menginspirasi, ia menegaskan pentingnya integrasi antara tradisi dan modernitas dalam menghadapi tantangan zaman.

Alit menyadari bahwa bantuan yang bersifat temporer, seperti bantuan hibah, tidak cukup untuk menyelesaikan masalah mendasar yang dihadapi oleh masyarakat. Ia percaya bahwa pemerintah harus hadir dengan cara yang lebih berarti, yaitu melalui pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan memastikan bahwa masyarakat adat memiliki peran sentral dalam menjaga tradisi dan budaya.

Baca juga:  Pj. Bupati Gianyar Serahkan Penghargaan Gender Champion PUG ke Winie Kaori, Dalam Rangka PHI ke-96

Dalam pandangannya, program-program yang dilakukan harus tidak hanya sekadar untuk kepentingan populer, tetapi harus berfokus pada keberlanjutan. Ia menekankan pentingnya pendidikan dan pemahaman yang mendalam tentang sejarah dan budaya sebagai fondasi untuk membangun masa depan.

Salah satu inisiatif unggulan Alit adalah konsep Mepatung, yang bertujuan untuk menjembatani kepentingan peternak dan konsumen. Dengan menjamin harga di atas harga pokok produksi untuk peternakan babi, program ini diharapkan dapat merangsang kembali minat masyarakat untuk berternak, yang merupakan bagian penting dari budaya dan ekonomi lokal.

“Kami ingin memastikan peternak tidak merugi dan kebutuhan masyarakat terpenuhi,” ujar Alit Yandinata.

Alit juga menekankan pentingnya pendidikan dalam memahami sejarah dan budaya sebagai fondasi pembangunan. Ia percaya bahwa generasi muda harus didorong untuk mengenal dan melestarikan tradisi yang telah diwariskan oleh leluhur mereka.

Alit Yandinata bukan sekadar pemimpin, ia adalah agen perubahan yang berusaha menyatukan pelestarian budaya dengan pertumbuhan ekonomi. Dengan strategi yang inovatif dan perhatian yang mendalam terhadap kebutuhan masyarakat, ia berupaya memastikan bahwa warisan budaya Bali tidak hanya tetap hidup, tetapi juga berkembang dalam konteks ekonomi yang berkelanjutan.

Filosofinya sederhana: hidup harus memiliki cerita yang berarti, dan setiap orang harus berjuang untuk membuat perbedaan di lingkungannya. Baginya, politik bukanlah sekadar alat untuk berkuasa, tetapi sarana untuk menciptakan perubahan yang lebih baik. (E’Brv)