DENPASAR – Setelah melalui perjalanan hukum yang panjang dari Pengadilan Negeri hingga Mahkamah Agung, sengketa terkait kepemilikan Villa Wibisana di Seminyak, Kuta, Bali, akhirnya mencapai titik terang.
Kasus ini bermula dari gugatan Martin George Euler dan Alexander James Euler terhadap PT. Pundisarana Satria, Rohmad Hadiwijoyo, dan David Salman, dengan tuduhan penyalahgunaan tanah dan bangunan yang tidak sesuai perjanjian awal.
Pengadilan Negeri Denpasar sebelumnya telah memutuskan untuk melakukan sita eksekusi terhadap dua sertifikat tanah di Villa Wibisana, yakni SHGB No. 9 seluas 585 m² dan SHGB No. 10 seluas 267 m², yang terdaftar atas nama PT. Pundisarana Satria. Eksekusi tersebut dilakukan pada 20 Juli 2023.
Namun, pihak termohon eksekusi tidak tinggal diam dan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Denpasar. Pada 31 Juli 2024, Pengadilan Tinggi memutuskan untuk menguatkan putusan Pengadilan Negeri.
Kasus ini terus berlanjut hingga tingkat kasasi, di mana para pemohon eksekusi, Euler bersaudara, mengajukan keberatan terhadap putusan Pengadilan Tinggi. Akhirnya, Mahkamah Agung dengan nomor perkara 6584 K/PDT/2024 membatalkan putusan Pengadilan Tinggi dan memutuskan secara mandiri. MA menyatakan sita eksekusi yang dilakukan sah dan menguatkan kepemilikan tanah serta bangunan tersebut berada di bawah kendali Martin George Euler dan Alexander James Euler.
Selain itu, Mahkamah Agung mewajibkan pihak termohon membayar seluruh biaya perkara di semua tingkatan pengadilan.
Putusan ini menjadi penutup sengketa panjang yang menyita perhatian publik. Villa Wibisana kini resmi berada dalam kendali pihak pemohon, memberikan kejelasan hukum yang akhirnya dapat diterima oleh semua pihak.
Sengketa ini mencerminkan pentingnya proses hukum yang teliti dan menyeluruh dalam penyelesaian konflik kepemilikan aset di Indonesia. (Tim-08)