DENPASAR – Dunianewsbali.com, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bali melalui Panitia Khusus Tata Ruang, Aset Daerah, dan Perizinan (Pansus TRAP) mengungkap dugaan reklamasi terselubung dan penyalahgunaan izin lahan di kawasan konservasi Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai, Denpasar. Temuan ini terkuak saat tim Pansus melakukan inspeksi mendadak di kompleks Wijaya Berlian Residence, Jumat (24/10/2025).
Sidak yang dipimpin langsung oleh Ketua Pansus Dr. (C) I Made Supartha, S.H., M.H., bersama Wakil Ketua A.A. Bagus Tri Candra Arka (Gung Cok), serta sejumlah anggota lainnya, menemukan adanya indikasi alih fungsi kawasan lindung menjadi area hunian mewah. Ironisnya, pembangunan tersebut berada di jantung kawasan konservasi mangrove yang seharusnya bebas dari aktivitas komersial.

Hasil investigasi di lapangan menunjukkan fakta mencengangkan. Sedikitnya 33 sertifikat tanah dan 16 sertifikat tambahan ditemukan berdiri di atas lahan mangrove, yang statusnya merupakan tanah negara dan kawasan konservasi. Selain itu, terdapat pula bangunan yang melanggar batas sempadan sungai dan pantai, serta adanya patok batas (PAL) di area yang diklaim sebagai perumahan mewah.
Lebih memprihatinkan lagi, pelanggaran tersebut justru berada di sekitar kawasan penting seperti Balai Pengendalian Kebakaran Hutan Jawa–Bali–Nusra, Mangrove Information Centre, dan Kawasan Wisata Tracking Mangrove yang menjadi simbol pelestarian lingkungan.
Menurut Ketua Pansus TRAP, I Made Supartha, indikasi kuat menunjukkan adanya praktik terstruktur dan sistematis untuk menyiasati aturan tata ruang dan kehutanan. Ia menilai temuan tersebut bukan sekadar pelanggaran administratif, tetapi sudah masuk kategori kejahatan lingkungan berat.

“Mangrove adalah benteng alami Bali. Jika kawasan konservasi ini diubah menjadi kepemilikan pribadi, itu sama saja merusak masa depan ekologi Pulau Bali,” ujarnya tegas.
Supartha juga menekankan bahwa praktik seperti ini tidak bisa dianggap remeh. Ia mendesak Aparat Penegak Hukum (APH), baik Kejati maupun Polda Bali, untuk segera turun tangan melakukan penyelidikan menyeluruh agar tidak ada pihak yang berlindung di balik jabatan atau perizinan.
Sekretaris Pansus, I Dewa Nyoman Rai, S.H., M.H., menyebut kasus ini bukan hanya pelanggaran tata ruang, tetapi juga bentuk perampasan aset negara. Menurutnya, pemerintah wajib hadir dan menegakkan hukum tanpa kompromi.
“Ini bukan sekadar pelanggaran administratif. Ini kejahatan terhadap lingkungan hidup dan perusakan hutan lindung yang harus diusut tuntas,” tegasnya.
Gung Cok: “Ini Bukan Pencitraan, Tapi Menyelamatkan Alam Bali”
Wakil Ketua Pansus TRAP, A.A. Bagus Tri Candra Arka (Gung Cok) menepis anggapan bahwa sidak ini sekadar pencitraan politik. Ia menegaskan, langkah Pansus adalah bentuk nyata penyelamatan lingkungan Bali dari kerusakan lebih lanjut.
“Bayangkan, kalau di atas mangrove dibangun perumahan mewah, air laut pasti naik ke daratan dan menyebabkan rob seperti di Kudus. Ini sudah ancaman nyata bagi ekosistem Bali,” katanya.
Ia juga menyayangkan sikap pasif Satpol PP Provinsi Bali yang dinilai lamban mengambil tindakan. Padahal, instansi tersebut memiliki kewenangan penuh untuk menertibkan bangunan dan menghentikan aktivitas ilegal di kawasan lindung.
Menindaklanjuti temuan di lapangan, Pansus TRAP DPRD Bali akan memanggil sejumlah instansi terkait, termasuk Dinas Kehutanan, Dinas Lingkungan Hidup, dan Satpol PP Provinsi Bali, guna meminta klarifikasi dan langkah konkret. Pihaknya juga mendesak Gubernur Bali untuk turun tangan secara langsung menghentikan aktivitas reklamasi ilegal tersebut.
Anggota Pansus, Dr. Somvir, menambahkan bahwa kehadiran Pansus TRAP membawa efek kejut (shock therapy) bagi pihak-pihak yang kerap menabrak aturan tata ruang.
“Sejak Pansus ini dibentuk, laporan dari masyarakat terus berdatangan. Artinya, publik sudah mulai sadar dan ikut menjaga tata ruang Bali,” ujarnya.
Menurutnya, pelanggaran seperti ini tidak berdiri sendiri, melainkan melibatkan jaringan yang luas, termasuk oknum yang mengetahui tapi membiarkan.
Pansus menegaskan komitmennya untuk menyelamatkan aset negara, memulihkan kawasan mangrove, dan memastikan setiap jengkal lahan konservasi tetap menjadi milik publik.
“Dalam 100 tahun ke depan, kita ingin Bali tetap hijau, bersih, dan lestari. Semua pihak harus bersatu menjaga alam Bali agar tetap menjadi kebanggaan dunia,” ujar Somvir.
Sementara itu, anggota Pansus Ni Putu Yuli Artini mengingatkan pentingnya sinergi antara Pemerintah Provinsi dan Kota/Kabupaten agar kasus serupa tidak terulang.
“Selama ini banyak yang saling menyalahkan. Sekarang saatnya kita berkolaborasi untuk memperbaiki, bukan menuding,” ungkapnya.
Ia juga menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak boleh mengorbankan filosofi Tri Hita Karana, yang menjadi dasar keseimbangan antara manusia, alam, dan spiritualitas Bali.
“Mari bertumbuh tanpa kehilangan akar kearifan lokal. Bali yang kita cintai harus dijaga bersama,” tutup Yuli Artini.(red/tim)








