BADUNG – Dunianewsbali.com, 14 Guru Besar Tetap Universitas Udayana (Unud) dikukuhkan di Auditoriun Widya Sabha Universitas Udayana, Jimbaran, Kabupaten Badung, Sabtu, 30 November 2024.
Salah satunya, Prof. Dr. I Dewa Gede Palguna, S.H, M.Hum., yang memaparkan Orasi Ilmiah berjudul “Mahkamah Konstitusi dan Masa Depan Negara Demokrasi yang Berdasar atas Hukum di Indonesia”.
Acara Pengukuhan Guru Besar ini dihadiri Tokoh Bali, yang juga Mantan Gubernur Bali dua periode 2008-2018, Komjen Pol (Purn) DR. Made Mangku Pastika sekaligus mantan Anggota DPD RI Dapil Bali, Hakim Konstitusi Prof. Arif Hidayat, Prof. Dr. Todung Mulya Lubis, S.H., LL.M., Dosen UHN I Gusti Bagus Sugriwa Dr. I Gede Sutarya, Drs I Ketut Donder, Mag., Ph.D, Budayawan Putu Suasta, Ketua NCPI Bali Agus Maha Usadha, Ketua Prajaniti Bali Dr Wayan Sayoga, Ketut Ngastawa, Nyoman Wiratmaja dan Nyoman Baskara.
Atas Pengukuhan Guru Besar tersebut, Komjen Pol (Purn) DR. Made Mangku Pastika memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Prof. Dewa Gede Palguna yang telah dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap Universitas Udayana.
“Saya juga mengagumi ucapan Mark Twain, si pengarang eksentrik dunia yang dikutip kembali oleh Prof. Dr. I Dewa Gede Palguna, S.H., M.Hum., yaitu “The two most important days in your life are the day you are born and the day you find out why, bahwa dua hari yang paling penting dalam hidup kita adalah hari saat kita dilahirkan dan hari saat kita berhasil menemukan jawaban mengapa kita dilahirkan,” terangnya.
Sementara itu, dalam Orasi Ilmiah, saat Upacara Akademik Universitas Udayana Dalam Rangka Pengukuhan Guru Besar Tetap, Prof. Dewa Gede Palguna menyampaikan, bahwa
Mahkamah Konstitusi yang berintegritas hadir dengan masa depan yang cerah bagi negara demokrasi yang berdasar atas hukum di Indonesia.
Padahal, Mahkamah Konstitusi sebagai bangunan kehidupan bernegara yang diimpikan oleh para tokoh pendiri nation-state yang bernama Indonesia ini.
“Hal itu tampak jelas dari fakta, bahwa impian visioner tersebut ditempatkan pada Roh UUD 1945, yaitu Pembukaan, yang diekspresikan dengan istilah Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, istilah yang dalam konteks kekinian, merupakan sebutan lain dari negara demokrasi yang berdasar atas hukum,” terangnya.
Dengan demikian, pada analisis terakhir, hal yang dipertaruhkan, jika kehilangan Mahkamah Konstitusi yang berintegritas adalah tujuan kita mendirikan negara-bangsa yang bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia ini.
Disebutkan, ciri utama negara demokrasi yang berdasar atas hukum adalah Constitutionalism, istilah yang dalam keluasan ruang lingkup pengertiannya terkandung tujuan mencegah terjadinya pemerintahan yang sewenang-wenang.
Ada dua model yang dipraktekkan oleh negara-negara di dunia untuk mewujudkan tujuan itu adalah Parliamentary Model dan Constitutional Model.
“Untuk itu, Indonesia memilih Constitutional Model, yang berlaku prinsip supremasi konstitusi, dengan menempatkan konstitusi sebagai hukum fundamental,” sebutnya.
Oleh karena itu, lanjutnya seluruh praktek kehidupan bernegara harus didasarkan atas hukum dan tidak boleh bertentangan dengan konstitusi.
Untuk menjamin hal itu, lanjutnya inilah alasan dibentuknya Mahkamah Konstitusi, yaitu menegakkan Konstitusi, menegakkan UUD 1945.
“Karena itu, Mahkamah Konstitusi diberi julukan sebagai “pengawal Konstitusi” dan itu tercermin dalam kewenangan penting dan mendasar yang dimiliki,” paparnya.
Tak hanya itu,
Prof. Dewa Gede Palguna juga menyampaikan fungsi mengawal Konstitusi adalah tugas mulia, namun sungguh berat.
Oleh karena itu, UUD 1945, Pasal 24C ayat (5), memberikan syarat yang istimewa untuk menjadi Hakim Konstitusi, yaitu harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan serta tidak merangkap sebagai pejabat negara.
“Bagaimana menemukan Hakim Konstitusi yang seperti itu? Sayangnya, Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi, yang meskipun sudah tiga kali mengalami perubahan, tampaknya sama sekali tidak tertarik untuk menjabarkan lebih jauh amanat tersebut,” ungkapnya.
Meskipun tidak serta-merta berarti, bahwa ketiadaan penjabaran dimaksud menjadikan hakim yang terpilih tidak sesuai dengan harapan.
Faktanya, sejak didirikan banyak landmark decsisions yang dihasilkan, termasuk putusan Mahkamah Kostitusi, beberapa bulan terakhir ini.
Misalnya, putusan tentang UU Ciptaker, putusan tentang ambang batas pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang telah menggelorakan kembali semangat demokrasi dan kedaulatan rakyat yang lama redup.
“Hanya saja, ketiadaan penjabaran syarat itu telah menjadikan hakim yang terpilih maupun lembaga negara yang memilihnya membawa beban psikologis, karena publik tetap saja akan bertanya-tanya tentang bagaimana dan mengapa seseorang bisa terpilih sebagai Hakim Konstitusi.
“Hal itu bukan karena salah orang yang dipilih melainkan karena sumirnya aturan. Inilah pekerjaan rumah serius yang kita hadapi jika hendak sungguh-sungguh mewujudkan Indonesia sebagai negara demokrasi yang berdasar atas hukum,” tambahnya.
Tak hanya itu, Prof. Dewa Gede Palguna juga menyoroti tantangan dalam mewujudkan integritas Hakim Konstitusi. Namun, sayangnya, hingga saat ini, Undang-Undang Mahkamah Konstitusi belum menjabarkan secara rinci persyaratan yang diamanatkan UUD 1945.
“Saya belum melihat tanda-tanda, bahwa pembentuk undang-undang memandang ini sebagai pekerjaan rumah yang serius,” tegasnya.
Untuk itu, Prof. Dewa Gede Palguna mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung perjalanannya mencapai jabatan Guru Besar, dimulai dari keluarga, kolega hingga pihak Universitas Udayana.
“Dukungan dari Keluarga Besar dan teman-teman membuat saya mampu berdiri disini. Semoga ini menjadi bagian dari alasan mengapa saya dilahirkan,” tandasnya.
Berikut nama-nama 14 Guru Besar Tetap yang baru dikukuhkan beserta Orasi Ilmiah sebagai berikut:
1. Dr. dr. I Wayan Sudarsa, Sp.B.Subsp.Onk.(K). Kanker Payudara di Indonesia Menuju Era Kedokteran Presisi (Precision Medicine)
2. Dr. dr. I Made Sudarmaja, M.Kes. Aedes Aegypti versus Manusia, Siapa yang Menang?
3. dr. Ni Nengah Dwi Fatmawati, S.Ked., Sp.MK (K), Ph.D. Molecular Typing dan Bakterioterapi scbagai Strategi Pengendalian Resistensi Antimikroba dalam Mendukung Pencapaian Sistatnable Development Goas (SDGS)
4. Dra. Luh Putu Eswaryanti Kusuma Yuni, M.Sc., Ph.D. Konservasi Avifauna Spesies Prioritas Nasional di Pulau Bali
5. Drs. Yan Ramona, M.App.Sc.,Ph.D. Potensi Bakteri Baik (Bakteri Asam Laktat) untuk Menckan Pertumbulhan Mikroba Pembentuk Histamin pada Pangan
6. Dr. Drs. I Made Sukadana, M.Si. Potensi Tersembunyi dari Tumbuhan Gayam Eksplorasi Kandungan Kimia dan Aktivitas Farmakologisnya
7. Dr. Sang Ketut Sudirga, S.Si, M.Si. Konservasi Sumber Daya Bahan Alam untuk Mengurangi Penggunaan Bahan Kimia Sintetis
8. Dr. I Ketut Ginantra, S.Pd., M.Si. Restorasi Ekosistem Mangrove untuk Keberlanjutan Keanckaragaman Hayati (Biodiversitas) dan Kescjahteraan Masyarakat Pesisir
9. Dr. lda Bagus Putu Purbadharmaja, S.E., M.E. Menjelang Tiga Dekade Otonomi Daerah dan Harapan Menuju Indonesia Emas 2045
10. Dr. lda Bagus Ketut Surya, S.E., M.M. Lokalitas Kepemimpinan: Asta Dasa Paramiteng Prabhu
11. Dr. Dra. Luh Putu Puspawati, M.Hum. Mitos dan Pelestarian Lingkungan Hidup
12. Dr. I Dewa Gede Palguna, S.H., M.Hum. Mahkamah Konstitusi dan Masa Depan Negara Demokrasi yang Berdasar atas Hukum di Indonesia
13. Prof. Ni Luh Gede Astariyani, S.H., M.H. Hermancutika Hukum dalan Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
14. Dr Ir. I Dewa Gde Mayun Permana, M.S. Sifat Spesifik Lipase Biji-Bijian dan Potensnya untuk Moditikasi Lemak.
Pengukuhan Guru Besar Tetap Universitas Udayana juga dihadiri oleh Rektor Universitas Udayana, Prof. Ir. I Ketut Sudarsana, S.T., Ph.D yang menutup acara Rapat Senat Terbuka Pengukuhan Guru Besar Tetap Universitas Udayana.
Patut diketahui, Prof.Dr. I Dewa Gede Palguna dikenal sebagai Hakim Konstitusi dengan rekam jejak panjang dalam dunia hukum dan akademik. Bersama sang istri, I Gusti Ayu Shri Trisnawati, Prof. Dewa Gede Palguna yang lahir di Bangli, 24 Desember 1961 ini membina keluarga harmonis dengan tiga anak, yaitu I Dewa Ayu Maheswari Adiananda, I Dewa Made Khrisna Wiwekananda dan I Dewa Ayu Adiswari Paramitananda.
Pengukuhan Prof. Dewa Gede Palguna yang pernah menjadi penyiar radio ini menjadi moment bersejarah yang mencerminkan dedikasi tinggi atas dunia hukum dan pendidikan di Indonesia. (Tim)