Beranda Global Edukasi dalam Konseling HIV/AIDS terhadap Remaja

Edukasi dalam Konseling HIV/AIDS terhadap Remaja

0

Oleh: Dr. Anak Agung Ngurah Adhi Putra, M.Pd.(Dosen Negeri DPK di UPMI – Pegiat dan Peneliti ODHA di Bali)

 

Penyebaran infeksi HIV/AIDS di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan dari waktu ke waktu. Data Kementerian Kesehatan RI menunjukkan bahwa hingga Maret 2021, jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Indonesia mencapai 558.618 kasus, terdiri dari 427.201 kasus HIV dan 131.417 kasus AIDS (Ditjen P2P, 25 Mei 2021). Ini menandakan bahwa epidemi HIV/AIDS tidak mengenal batas wilayah, daerah, maupun negara.

Sayangnya, layanan edukasi dan konseling terhadap remaja yang terdampak HIV/AIDS masih tergolong rendah. Padahal, pendekatan psikososial sangat penting agar remaja tidak mengalami tekanan mental dan stigma sosial yang berlebihan.

Konseling HIV/AIDS merupakan layanan khusus yang menangani persoalan seputar infeksi virus HIV/AIDS, baik kepada orang dengan HIV/AIDS (ODHA) maupun kepada lingkungan sekitarnya. Mengingat penularan HIV/AIDS sangat erat kaitannya dengan perilaku berisiko, maka strategi penanggulangan harus menyasar perubahan perilaku, bukan hanya aspek medis semata.

Kelompok marginal seperti pekerja seks (PSK dan LSK), komunitas LSL (hubungan sesama jenis), waria, dan lain sebagainya, menjadi kelompok dengan risiko tertinggi. Oleh karena itu, program penanggulangan HIV/AIDS harus mempertimbangkan aspek kesehatan, sosial, budaya, norma, dan nilai-nilai agama yang hidup dalam masyarakat.

Tujuan utama upaya ini adalah menciptakan lingkungan yang kondusif untuk menyebarluaskan informasi dan menurunkan angka penularan, terutama di kalangan kelompok berisiko. Dalam konteks ini, keluarga memainkan peran krusial sebagai unit pertama dan utama dalam upaya pencegahan.

Ketahanan keluarga harus diperkuat karena keluarga merupakan tempat pendidikan pertama bagi generasi muda. Lingkungan masyarakat pun harus dilibatkan agar tercipta ekosistem sosial yang mendukung edukasi dan pencegahan HIV/AIDS, terutama kepada kalangan remaja (Sekeha Teruna-Teruni).

Baca juga:  Kekuasaan Diruntuhkan oleh Sang Waktu

Beragam kegiatan penyuluhan seperti seminar, simposium, pelatihan, serta komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) telah dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. Namun, respons terhadap epidemi ini harus tercermin dalam perubahan perilaku nyata, baik di tingkat individu maupun institusi.

Virus HIV tidak pandang bulu. Ia bisa menyerang siapa saja, pejabat, tenaga kesehatan, buruh, guru, TNI/Polri, ibu rumah tangga, hingga remaja dan anak-anak. Tingginya angka penularan di usia produktif (15–45 tahun), khususnya kelompok usia 20–29 tahun, menunjukkan bahwa kelompok remaja adalah salah satu yang paling rentan.

Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Bali, hingga September 2024 tercatat 31.361 kasus HIV/AIDS secara kumulatif. Dari jumlah tersebut, 19.589 adalah kasus HIV dan 11.772 kasus AIDS. Denpasar menempati urutan teratas dengan 16.216 kasus, disusul Badung, Buleleng, Gianyar, dan Tabanan.

Masalah ini ibarat fenomena gunung es, apa yang tampak di permukaan hanya sebagian kecil dari yang sesungguhnya terjadi. Masih banyak masyarakat yang belum menyadari bahwa hanya tes darah yang bisa mendeteksi HIV secara pasti.

Mengingat kompleksitasnya, dibutuhkan sinergi dari berbagai pihak pemerintah, lembaga pendidikan, tokoh agama, LSM, dan masyarakat untuk membentuk kelompok-kelompok pendamping, mengembangkan konseling yang berkualitas, serta memperluas akses layanan.

Pemerintah melalui Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) baik di tingkat pusat maupun daerah telah melakukan berbagai langkah preventif, seperti penyuluhan di sekolah-sekolah, kerja sama dengan BKKBN, pemberian layanan konseling dan tes sukarela (VCT), layanan perawatan (CST), pencegahan penularan ibu ke anak (PMTCT), program terapi rumatan metadon (PTRM), serta edukasi kesehatan reproduksi.

Sampai saat ini, belum ditemukan obat yang dapat membunuh virus HIV secara tuntas. Obat Antiretroviral (ARV) hanya berfungsi menekan jumlah virus dalam tubuh agar ODHA bisa tetap menjalani hidup secara normal.

Baca juga:  Hukum Spiritual untuk Keadilan

Kesadaran, kepedulian, dan aksi nyata sangat dibutuhkan untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS. Remaja sebagai generasi penerus bangsa harus menjadi fokus utama dalam edukasi, agar tumbuh menjadi individu yang sehat, cerdas, dan berdaya saing.(Bud)