Beranda Hiburan Festival Mi-Reng 2025 Resmi Ditutup, Gamelan Jadi Ruang Pencarian dan Eksperimen Tanpa...

Festival Mi-Reng 2025 Resmi Ditutup, Gamelan Jadi Ruang Pencarian dan Eksperimen Tanpa Batas

0

GIANYAR — Dunianewsbali.com, Festival Mi-Reng: New Music for Gamelan 2025 resmi ditutup pada Rabu malam (6/8), menandai akhir dari lima hari penuh penciptaan, pertemuan, dan pertunjukan yang menjadikan gamelan sebagai arena lintas batas.

Malam puncak yang digelar di Gedung Unit 1 Kompas Gramedia Ketewel (Open Stage) menghadirkan dua ansambel dengan pendekatan musikal berbeda, namun menyuarakan semangat yang sama: keberanian untuk bereksperimen, menolak kemapanan, dan membangun ekosistem gamelan baru yang sehat dan terbuka.

Pembuka konser ditampilkan oleh Roras Ensemble, kelompok musik perkusi kontemporer yang dipimpin Sang Nyoman Putra Arsa Wijaya. Melalui karya bertajuk Gerausch, Roras memanfaatkan gamelan Selonding bukan sebagai sumber nada, melainkan objek perkusif. Bunyi gesekan, benturan, dan kebisingan mekanis dirangkai menjadi komposisi yang menggugah batas persepsi musikal.

“Kami mencoba menangkap bunyi-bunyi dasar dari perangkat gamelan, lalu menyusunnya menjadi wacana musikal baru,” ujar Arsa.

Selanjutnya, LAS Ensemble di bawah arahan Putu Septa tampil dengan pendekatan eksperimental terbuka. Grup ini mempertanyakan ulang struktur, peran, dan ekspektasi dalam penyajian gamelan. Melibatkan musisi dari berbagai latar belakang serta praktik partisipatif di atas panggung, LAS menampilkan gamelan sebagai sistem inklusif, di mana keberagaman pelaku dan cara mendengar menjadi bagian dari karya itu sendiri. Pada malam tersebut, LAS membawakan dua komposisi: Piwal V dan Sail.

Acara penutupan dilanjutkan dengan sesi Gema Wacana, diskusi terbuka bersama komposer Sang Nyoman Arsa Wijaya dan Putu Septa, serta kurator Mi-Reng, Wayan Gde Yudane dan Warih Wisatsana. Forum ini membedah kembali semangat dasar festival yang tidak hanya menghadirkan pertunjukan, tetapi juga memupuk percakapan dan pencarian kreatif yang berkelanjutan.

“Mi-Reng tidak sedang menciptakan pusat-pusat baru, melainkan membuka jalan di pinggir yang sunyi namun subur untuk tumbuh bersama,” ungkap Warih.

Baca juga:  Festival Mi-Reng 2025 Dibuka dengan Tribute Khusus untuk Maestro I Gusti Putu Made Geria

Yudane menambahkan, “Festival ini lahir dari kebutuhan untuk terus mendengarkan, tidak hanya bunyi, tapi juga kegelisahan, pertanyaan, dan kemungkinan. Di situlah gamelan menjadi hidup.”

Selama lima hari (2–6 Agustus 2025), Mi-Reng menampilkan 11 ansambel terpilih, di antaranya Salukat, Yuganada, [HA] N.N, KADAPAT, LAS Ensemble, Linggar Prakerti, Palwaswari, Roras Ensemble, hingga Sekaa Black Kobra. Mereka menyajikan beragam karya baru yang mengeksplorasi pelarasan alternatif, tata bentuk non-tradisional, dan pendekatan interdisipliner dengan elemen elektroakustik serta sintesis digital. Gamelan diperlakukan sebagai sistem terbuka, bukan sekadar instrumen, tetapi medan bunyi yang dapat diurai, dirakit ulang, dan diimajinasikan kembali dalam konteks kekinian.

Festival dibuka dengan penghormatan khusus kepada I Gusti Putu Made Geria (1906–1983), maestro gamelan Bali modern. Ritus pembuka ini dibawakan oleh Sekaa Gamelan Linggar Prakerti dari Kaliungu Kaja, Denpasar.

Diselenggarakan oleh Yayasan Mi-Reng dengan dukungan Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia melalui Dana Indonesiana dan LPDP, serta kerja sama sejumlah institusi seperti Museum Wiswakarma, Bentara Budaya Bali, dan berbagai komunitas seni, festival ini menjadi lebih dari sekadar ajang pertunjukan.

Mengusung semangat Mendengar dalam Diam, Festival Mi-Reng 2025 menegaskan bahwa gamelan tidak berhenti pada bentuk tradisinya, melainkan terus berkembang melalui pencarian yang jujur dan kolaborasi yang tulus.(Tim)