DENPASAR – Dunianewsbali.com, Perkumpulan Advokat Teknologi Informasi Indonesia (PERATIN) mendorong Pemerintah Kabupaten Badung untuk membuka izin pembangunan menara telekomunikasi kepada perusahaan lain, tidak hanya kepada PT Bali Towerindo Sentra Tbk (BALI).
Ketua Umum PERATIN, Kamilov Sagala, menilai langkah itu penting agar Pemkab Badung tidak lagi dipersepsikan memberi hak eksklusif kepada Bali Towerindo—praktik yang dinilai sudah berlangsung sejak 2007.
“Pemberian izin kepada perusahaan lain menjadi penting agar tuduhan adanya hak eksklusif dan dugaan monopoli di Pemkab Badung dapat diselesaikan,” ujar Kamilov, Kamis (27/11).
Kamilov menjelaskan, bisnis penyediaan menara telekomunikasi terganggu akibat perjanjian eksklusif antara Pemkab Badung dan Bali Towerindo berdasarkan Surat Perjanjian Nomor 555/2818/DISHUB-BD dan Nomor 018/BADUNG/PKS/2007 yang diteken 7 Mei 2007.
Ia menduga, rencana Pemkab Badung membuka peluang bagi perusahaan lain turut memicu gugatan Bali Towerindo kepada Pemkab Badung di Pengadilan Negeri Denpasar.
Bali Towerindo menggugat Pemkab Badung sebesar Rp3,37 triliun atas dugaan wanprestasi dalam kerja sama pembangunan tower. Gugatan dengan Nomor Perkara 1372/Pdt.G/2025/PN Dps itu telah memasuki tahap mediasi pada 20 Oktober 2025.
“Pengawasan proses peradilan menjadi ranah Komisi Yudisial untuk hakim, sementara pengawasan terhadap jaksa berada di Komisi Kejaksaan,” kata Kamilov.
Sementara itu, Bupati Badung I Wayan Adi Arnawa turut menanggapi gugatan tersebut. Ia menyebut Bali Towerindo merasa Pemkab Badung tidak melaksanakan kesepakatan kerja sama sebagaimana tertuang dalam perjanjian 2007.
“Ini masih dalam tahap mediasi. Mereka menganggap pemda wanprestasi dan mengajukan keberatan,” ujar Adi Arnawa, Senin (24/11).
Bali Towerindo juga mengeklaim mengalami kerugian mencapai Rp3,37 triliun dan mengajukan kompensasi berupa perpanjangan masa kerja sama hingga 2047.
Menurut Adi Arnawa, perjanjian kerja sama pada 2007 dibuat dengan semangat menjaga kearifan lokal dan estetika wilayah Badung sebagai kawasan pariwisata. Saat itu, Bupati Anak Agung Gde Agung ingin menghindari pembangunan menara telekomunikasi yang berlebihan.
“Kalau dibiarkan, nanti Bali bukan lagi dikenal sebagai seribu pura, tapi seribu tower,” ujarnya. (red/tim)








