DENPASAR – Dunianewsbali.com, Dunia akademik dan kebudayaan Bali digugah oleh momen bersejarah. Ir. Ketut Susila Dharma, MM, resmi meraih gelar Doktor di bidang Ilmu Agama dan Kebudayaan dari Universitas Hindu Indonesia (UNHI) Denpasar, Jumat (1/8). Keberhasilannya bukan semata karena predikat cumlaude, melainkan karena disertasi dan sidang terbukanya yang memadukan reformasi tradisi dan praktik hidup berkelanjutan.
Disertasi Ketut bertajuk “Modifikasi Manajemen Pemerintahan Desa Adat Kuno Bungaya, Karangasem”. Ia mengungkap bagaimana desa adat tua dapat beradaptasi menghadapi tantangan zaman tanpa kehilangan akar budayanya. Dengan pendekatan kualitatif dan teori modernisasi, ia membedah dinamika perubahan dari struktur kelembagaan seperti Keliang dan Penyarikan, serta dampaknya terhadap ekonomi dan religiusitas masyarakat adat.
“Desa adat itu ibarat komputer. Strukturnya adalah hardware, pemimpinnya brainware, dan budayanya adalah software. Semua harus sinkron agar berjalan optimal,” ujar Ketut penuh analogi, usai menjalani sidang promosi doktor di Fakultas Ilmu Agama, Seni, dan Budaya UNHI.
Sebagai mantan petinggi BUMN di bidang telekomunikasi, Ketut menekankan pentingnya efisiensi tata kelola berbasis kearifan lokal. Dalam penelitiannya, ia menerapkan pendekatan POAC (Planning, Organizing, Actuating, Controlling) sebagai metode reformasi desa adat, agar struktur lama dapat berfungsi lebih adaptif dan profesional.
Sidang terbuka yang dihadiri para akademisi dan tokoh kampus itu juga menarik perhatian publik karena menerapkan konsep ramah lingkungan. Acara ini bebas plastik sekali pakai, mengikuti Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025 tentang pengurangan sampah plastik.
Semua makanan disajikan dengan kotak tradisional berbahan alami, menggandeng UMKM lokal seperti kuliner rebusan khas Bali dari Men Lotri. Para tamu pun menerima tumbler sebagai suvenir edukatif guna membiasakan gaya hidup berkelanjutan.
“Ini bukan sekadar gelar doktor, tapi juga praktik nyata filosofi Tri Hita Karana, membangun harmoni dengan alam, sesama, dan Tuhan,” ujar promotor, Prof. Dr. I Putu Gelgel, S.H., M.Hum. Ia menyebut karya Ketut Susila Dharma sebagai sumbangsih strategis yang bisa direplikasi oleh desa-desa adat lain di seluruh Indonesia.
Ketut sendiri berharap disertasinya menjadi panduan reformasi bagi desa adat kuno agar tidak tertinggal oleh modernitas. “Yang penting bukan menolak perubahan, tetapi bagaimana mengolahnya agar tetap selaras dengan jati diri budaya kita,” pungkasnya.(Tim)