Beranda Bidik Kasus Klaim Tanah Vs Hak Warga: Konflik di Balik Wacana Penutupan Jalan di...

Klaim Tanah Vs Hak Warga: Konflik di Balik Wacana Penutupan Jalan di Sisi Selatan GWK

0
I Wayan Arka Nuara

BADUNG – Wacana penutupan permanen Jalan Magada di sisi selatan GWK terus menuai penolakan dari warga. Wayan Arka Nuara, seorang warga yang tinggal di wilayah dekat GWK, menyatakan keprihatinannya yang mendalam. Ia menegaskan bahwa jalan tersebut memiliki sejarah panjang dan telah diserahkan untuk kepentingan bersama.

Berdasarkan penuturannya, jalan ini telah ada bahkan sebelum GWK berdiri. Pada 30 Oktober 2007, melalui perwakilan PT. GAIN, yaitu almarhum Anak Agung Rai Dalem dan pengacaranya, Suryatin Wijaya, jalan tersebut secara resmi diserahkan kepada Banjar Dinas Giri Dharma, Desa Ungasan, untuk dipakai bersama. Jalan dengan panjang sekitar 800 meter dan lebar total sekitar 6 meter itu diaspal untuk kemudahan warga.

Namun, belakangan muncul klaim bahwa tanah jalan itu sepenuhnya milik PT. GAIN. Wayan Arka Nuara menyanggah klaim ini. Menurut data yang ia pegang hingga 2007, tidak semua tanah di lokasi itu telah menjadi milik perusahaan; sebagian masih merupakan milik warga.

Ia juga mengungkapkan bahwa dalam sebuah pertemuan, pimpinan GWK telah menyepakati untuk membongkar tembok dan membuka akses jalan seluas-luasnya agar warga dapat lewat dengan nyaman tanpa gangguan. Meski pembongkaran direncanakan bertahap dan membutuhkan waktu, harapan terbesarnya adalah jalan tersebut tidak ditutup sama sekali.

Wayan Arka Nuara secara khusus memohon kepada Gubernur dan Bupati Badung untuk tidak mengizinkan penutupan Jalan Magada. Alasannya, pengalihan lalu lintas ke Jalan Beruatu (atau yang sering disebut Jalan Pengulapan) di depan Hotel Four Points dinilai sangat berisiko.

“Waduh, kroditnya bukan main,” ujarnya menggambarkan kemacetan di jam sore. Lebih dari sekadar kemacetan, jalan alternatif itu telah menjadi titik hitam kecelakaan. Ia mencatat, sejak 2006 hingga sekarang, sedikitnya lima nyawa melayang di tempat tersebut. Beberapa korban jiwa masih dikenalnya, seperti seorang ibu dan anaknya yang meninggal pada 2014, serta seorang pengendara yang menabrak truk mogok pada akhir 2023. Baru sekitar seminggu yang lalu, sebuah truk menabrak gapura rumah warga.

Baca juga:  Gagal Lindungi Konsumen, Booking.com Hadapi Gugatan Fantastis di PN Denpasar

Kekhawatiran Wayan tidak hanya pada kemacetan dan kecelakaan sehari-hari. Ia menyoroti penderitaan yang akan dialami warga dalam situasi darurat. Dengan suara haru, ia mengungkapkan, “Astungkara (atas kehendak Tuhan), dalam setahun terakhir ini warga yang terisolir tersebut rahayu (selamat), tidak kena musibah kebakaran atau cuntaka kematian.”

Namun, ia membayangkan betapa sulit dan tragisnya jika satu-satunya akses yang tersisa adalah jalan yang macet dan berbahaya. Bayangan truk pemadam kebakaran yang terjebak kemacetan saat warga memerlukan pertolongan, atau prosesi gotong royong membawa jenazah yang harus berjuang menerobos kepadatan lalu lintas, menjadi gambaran penderitaan yang sangat nyata baginya. Penutupan Jalan Magada bukan hanya soal kenyamanan, melainkan juga soal kerentanan warga dalam momen-momen paling sulit dalam hidup.

“Jika dipaksakan jalan itu, bisa sih, bisa. Cuman risiko ke depannya, kasian masyarakat yang melewati jalan itu bisa jadi korban untuk berikutnya,” tuturnya dengan nada prihatin.

Dibandingkan dengan jalan alternatif yang menanjak dan berbahaya, Jalan Magada dinilai lebih landai dan aman, terutama untuk anak sekolah dan para pekerja di pagi hari. Sebagai penutup, Wayan Arka Nuara berharap pemerintah memberikan solusi terbaik. Ia juga menyampaikan bahwa jika jalan ini tetap dibuka, warga berencana mengusulkan pengaspalan ulang kepada Pemkab Badung pada tahun depan untuk kenyamanan bersama.