Beranda Hukum Kriminalisasi Wartawan, Serangan Brutal Terhadap Demokrasi dan Kebebasan Pers di Indonesia

Kriminalisasi Wartawan, Serangan Brutal Terhadap Demokrasi dan Kebebasan Pers di Indonesia

0

Bandar Lampung – Dunia jurnalistik kembali dihadapkan pada ancaman serius terhadap kebebasan pers. Seorang wartawan dari media Tintainformasi.com Official dipanggil oleh Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Bandar Lampung untuk klarifikasi terkait dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE),
Selasa (11/2/2025).

Pemanggilan ini didasarkan pada Laporan Polisi Nomor LP/B/1743/XI/2024/SPKT/POLRESTA BANDAR LAMPUNG yang diajukan oleh seorang pejabat Dinas Sosial Kota Bandar Lampung, Puspasari, SE., MM. Wartawan tersebut diduga telah menyebarkan informasi melalui media elektronik yang dianggap mencemarkan nama baik sebagaimana diatur dalam Pasal 45 Ayat 4 Jo Pasal 27A UU ITE.

Jika benar laporan ini dibuat oleh seorang pejabat Dinas Sosial yang merasa dirugikan oleh pemberitaan, maka kasus ini bisa menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers di Indonesia.

Sebagai pejabat publik, setiap kritik dan pemberitaan seharusnya ditanggapi dengan cara yang profesional melalui mekanisme hak jawab, bukan dengan melaporkan wartawan menggunakan pasal pencemaran nama baik dalam UU ITE.

Polemik mencuat karena sengketa jurnalistik semestinya diselesaikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Polri sendiri telah memiliki Nota Kesepahaman (MoU) dengan Dewan Pers yang menegaskan bahwa segala bentuk sengketa pemberitaan harus diselesaikan melalui mekanisme Dewan Pers terlebih dahulu sebelum masuk ke ranah pidana.

Diketahui, wartawan yang dilaporkan telah mengakomodasi hak jawab sesuai dengan rekomendasi Dewan Pers. Namun, laporan tetap diproses hingga tahap penyelidikan oleh kepolisian. Hal ini memicu dugaan bahwa kasus ini lebih mengarah pada kriminalisasi terhadap jurnalis ketimbang murni penegakan hukum.

“Pemanggilan ini menjadi alarm serius bagi kebebasan pers di Indonesia, terutama di Lampung. Jika sengketa pemberitaan langsung dibawa ke jalur pidana tanpa melalui mekanisme UU Pers, maka ini bisa menjadi alat pembungkaman terhadap kerja jurnalistik,” ujar Rifky Indrawan, seorang aktivis pers nasional.

Baca juga:  Berjuang Untuk Bertemu Buah Hatinya, Paul La Fontaine Gelar Aksi Di Depan Habitat Village Uluwatu

Sebagai institusi penegak hukum, Polresta Bandar Lampung diharapkan dapat bersikap profesional dan menghormati MoU yang telah dibuat dengan Dewan Pers. Jika setiap pejabat publik yang merasa dirugikan oleh pemberitaan langsung melaporkan jurnalis menggunakan UU ITE, maka ini akan mencederai prinsip kebebasan pers yang dijamin oleh konstitusi.

Kasus ini menjadi perhatian serius bagi komunitas pers nasional, bahwa kebebasan pers adalah pilar penting dalam demokrasi. Penggunaan UU ITE untuk menjerat wartawan bukan hanya merugikan insan pers, tetapi juga membahayakan hak publik untuk mendapatkan informasi yang akurat dan transparan. Sudah saatnya pemerintah dan aparat penegak hukum lebih menghormati mekanisme UU Pers dan menjauhkan diri dari praktik pembungkaman terhadap suara kritis. (Tim-08)