Beranda Berita Pansus TRAP DPRD Bali Turun Tangan Sengketa Tanah Adat dan Akses Pura...

Pansus TRAP DPRD Bali Turun Tangan Sengketa Tanah Adat dan Akses Pura di Jimbaran

0

DENPASAR – Dunianewsbali.com, Sekitar 50 perwakilan warga Desa Adat Jimbaran menggelar kirab budaya dari Kantor Desa Adat Jimbaran menuju Kantor Wilayah BPN Bali hingga Gedung DPRD Bali, Rabu (5/11/2025). Aksi ini dilakukan untuk meminta Pemerintah Provinsi dan DPRD Bali turun tangan atas persoalan akses ke pura serta status tanah adat yang diduga ditelantarkan oleh PT Jimbaran Hijau.

Warga menilai, akses umat ke Pura Belong Batu Nunggul di wilayah Bhuana Gubug selama ini dibatasi dengan pemasangan portal dan gembok oleh pihak perusahaan. Kondisi tersebut dinilai mengganggu kegiatan keagamaan masyarakat adat.

“Untuk sembahyang saja kami harus meminta izin dulu. Kalau petugas tidak ada, kami tidak bisa masuk. Hal seperti ini sudah terjadi bertahun-tahun,” kata Bendesa Adat Jimbaran, I Gusti Made Rai Dirga Arsana Putra.

Selain itu, warga juga mempertanyakan kejelasan status Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas lahan yang dikuasai PT Jimbaran Hijau. Berdasarkan data desa, SHGB tersebut terbit pada tahun 1994 dan berakhir pada 2019. Selama lebih dari tiga tahun setelah masa berlakunya habis, lahan tersebut tidak dimanfaatkan dan dinilai telah berstatus terlantar.

“Sesuai aturan, SHGB yang ditelantarkan lebih dari tiga tahun semestinya kembali menjadi milik negara. Kami sudah bersurat ke perusahaan dan BPN, namun belum ada tindak lanjut. Karena itu, kami meminta negara hadir menyelesaikan sengketa ini,” tegasnya.

Menurut Bendesa, lahan itu awalnya merupakan tanah punia dari Desa Adat Jimbaran senilai Rp 35 juta, bukan hasil jual-beli. Karena itu, ia menilai tidak wajar jika lahan tersebut kini sepenuhnya dikendalikan investor tanpa memberi manfaat bagi masyarakat.

Sikap PT Jimbaran Hijau

Secara terpisah, kuasa hukum PT Jimbaran Hijau, Michael A. Wirasasmita, S.H., M.H. menegaskan pihaknya tidak pernah berniat menghalangi kegiatan keagamaan ataupun pembangunan pura. Ia menyebut langkah pembatasan justru dilakukan agar penggunaan dana hibah pemerintah sebesar Rp 500 juta tidak menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari.

Baca juga:  Pakar Komunikasi Soal Gelar Pahlawan Soeharto: Sudah Memimpin Indonesia Puluhan Tahun dan Banyak yang Dibangun

“Kami hanya memastikan penggunaan dana hibah berjalan sesuai ketentuan. Sama sekali tidak ada niat untuk menghalangi ibadah,” ujarnya.

Ketua Pansus Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (TRAP) DPRD Bali, I Made Supartha, menegaskan DPRD akan segera menindaklanjuti aspirasi warga dengan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan melakukan pengecekan lapangan.

“Minggu depan akan kami jadwalkan RDP dengan pihak perusahaan dan BPN. Kami ingin semua duduk bersama agar persoalan terang dan ada solusi yang adil,” kata Supartha.

Ia juga menilai akses terhadap pura tidak boleh dibatasi, karena pura merupakan ruang suci umat dan bagian dari identitas Desa Adat.

“Orang Bali tidak boleh menjadi tamu di tanahnya sendiri. Tempat suci harus dapat diakses oleh umat. Penyelesaian harus dilakukan dengan musyawarah namun tetap berdasarkan aturan hukum,” tegasnya.

Pada pertemuan tersebut, warga juga menyerahkan dokumen dan bukti pendukung terkait riwayat dan status tanah kepada Pansus TRAP untuk pembahasan lanjutan. (Red/tim)