DENPASAR – dunianewsbali.com, Penundaan penutupan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung hingga Februari 2026 menjadi sinyal kuat bahwa persoalan sampah di Bali masih jauh dari kata tuntas. Waktu tambahan yang diberikan pemerintah pusat dan daerah kini menjadi ujian nyata atas keseriusan pemerintah daerah dalam menuntaskan persoalan sampah sesuai regulasi yang berlaku.
Dalam rilis resmi yang disampaikan pemerintah daerah, pengelolaan sampah ke depan ditekankan harus berbasis sumber dengan memanfaatkan teknologi ramah lingkungan. Pemerintah daerah juga diminta untuk menggerakkan seluruh unsur pemerintahan hingga tingkat desa dan adat, mulai dari perbekel, lurah, hingga bandesa adat, agar terlibat aktif dalam pengurangan sampah sejak dari hulu.
Langkah ini sejalan dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber, yang selama ini dinilai belum dijalankan secara optimal. Regulasi tersebut menegaskan bahwa pengelolaan sampah tidak lagi bertumpu pada TPA semata, melainkan dimulai dari rumah tangga, kawasan usaha, hingga fasilitas publik.
Di akhir rilis, Gubernur Bali bersama Wali Kota Denpasar dan Bupati Badung mengajak seluruh pihak, termasuk masyarakat, dunia usaha, dan desa adat, untuk melaksanakan keputusan tersebut dengan sungguh-sungguh. Kolaborasi lintas sektor dinilai menjadi kunci agar krisis sampah yang selama ini membebani lingkungan dan citra pariwisata Bali dapat segera diatasi.
Namun demikian, penundaan penutupan TPA Suwung juga menuai sorotan publik. Banyak pihak menilai penambahan waktu tidak boleh kembali menjadi alasan untuk menunda solusi konkret. Tanpa langkah tegas, terukur, dan konsisten, persoalan sampah dikhawatirkan akan terus berulang seperti tahun-tahun sebelumnya.
Dengan tenggat waktu yang semakin dekat, Februari 2026 kini menjadi momentum penentuan: apakah Bali mampu keluar dari ketergantungan pada TPA dan membuktikan komitmen pengelolaan sampah berkelanjutan, atau justru kembali terjebak dalam persoalan lama yang terus tertunda.(Brv)








