DENPASAR – Gelombang perlawanan rakyat Bali kian membesar. Selasa, 2 September 2025, Forum Warga Setara (ForWaras) bersama puluhan organisasi masyarakat sipil menggelar pertemuan untuk merespons pernyataan diskriminatif pejabat publik Bali terkait demonstrasi besar pada 30 Agustus lalu. Hasilnya: kecaman keras dan seruan untuk melawan politik pecah belah yang dinilai mengkhianati nilai kebhinekaan dan demokrasi.

Pertemuan itu menegaskan kembali bahwa perjuangan rakyat Bali tidak bisa dipatahkan dengan stigmatisasi etnis.

“Pemimpin seharusnya merangkul, bukan malah menghidupkan chauvinisme. Pernyataan yang membelah Bali dan non Bali adalah bentuk diskriminasi yang berbahaya. Kalau kita diperlakukan seperti itu di luar, bagaimana rasanya?” tegas Made Somya Putra SH MH dalam forum tersebut.
Aksi 30 Agustus di Denpasar lahir dari keresahan rakyat atas kebijakan yang dinilai menindas: pajak melonjak hingga 3.569% di Badung lewat Perbup No. 11/2025, krisis sampah, macet parah, maraknya alih fungsi lahan pertanian untuk pariwisata, biaya hidup yang melambung sementara upah murah, serta lemahnya perlindungan lingkungan. Solidaritas rakyat justru tampak nyata—pecalang menjaga aksi dan warga menyumbang logistik, menegaskan bahwa perjuangan ini milik bersama.

Namun, alih-alih mendengar jeritan rakyat, Gubernur Bali Wayan Koster justru menyebut aksi itu “disusupi non Bali”, sementara Karo Ops Polda Bali Kombes Pol Soelistijono mengaitkan demonstrasi dengan identitas rasial. Bagi ForWaras, pernyataan semacam ini bukan saja rasis, tetapi juga strategi murahan untuk mendelegitimasi gerakan rakyat.
“ForWaras menolak keras politik pecah belah! Pernyataan rasis pejabat publik adalah bentuk penindasan baru, menutup ruang demokrasi, dan melecehkan sejarah perjuangan rakyat Bali yang sejak dulu bertarung melawan ketidakadilan, dari Puputan Badung hingga Margarana,” tegas pernyataan sikap bersama.
Dalam pertemuan Selasa itu, ForWaras mendesak:
1. Kompolnas dan Propam Polri segera memeriksa Karo Ops Polda Bali serta memberikan sanksi tegas.
2. Ombudsman RI memeriksa dugaan maladministrasi Gubernur Bali dan pejabat terkait.
3. Pemerintah dan DPR segera menghentikan kebijakan yang menyengsarakan rakyat, membuka ruang kritik, dan menjamin kebebasan berekspresi tanpa diskriminasi.
4. Seluruh rakyat Bali dan Indonesia memperkuat solidaritas melawan rasisme dan politik adu domba.
“Rakyat Bali tidak akan diam. Kami akan terus melawan diskriminasi, melawan politik kotor yang membungkam suara rakyat. Perjuangan ini bukan soal Bali atau non Bali, tapi soal keadilan. Dan rakyat tidak akan pernah kalah!” tegas ForWaras dalam forum perlawanan itu. (Tim)








