Beranda Hukum Sengketa Kepemilikan Villa Adara, WNA tuntut Keadilan

Sengketa Kepemilikan Villa Adara, WNA tuntut Keadilan

0

BADUNG – Ditengah meningkatnya iklim investasi real estate yang mengalir ke Bali, seorang Warga Negara Asing (WNA) Adam Richard Swope (33) asal Pennsylvania United States of America (USA), terjerat kasus hukum atas kerjasama sewa Villa Adara No.14 di Jalan Toyaning 2, Desa/Kelurahan Ungasan Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung.

Ditemui di kantor Heritage Bali Real Estate and Legal Services Company, Uluwatu, kuasa hukumnya, Monica Christin Dani, SH, M.Kn, menyampaikan kegundahan kliennya, Adam Richard Swope sebagai Direktur dari PT The Swope Properties.(12/02/2024)

Pada tanggal 09 September 2022 dihadapan Notaris I Gede Praptajaya, SH., M.Kn, Adam sudah melakukan suatu ikatan perjanjian kerjasama, dimana dalam kesepakatan itu, Adam sebagai pihak pertama dan Ni Luh Mega Mariyani (27) sebagai pihak kedua, mereka sepakat untuk kerjasama pemasaran selama 15 tahun atas villa (Villa Adara) mulai 1 Oktober 2022 s.d. 1 Oktober 2037.

Saat itu Adam menceritakan bahwa awalnya dia hendak menyewa satu unit villa dengan status sertifikat villa ada di Bank karena digunakan sebagai pinjaman.

Adam berkonsultasi dengan Notaris atas kondisi villa terkait karena khawatir villa itu suatu saat dapat saja disita karena pemilik tidak mampu membayar hutang Banknya.

Lawyer Heritage Bali Legal Services, Monica Christin (kiri) dan para kliennya, Adam Richard Swope (tengah) dan Samara Katarina Erica Grisar (kanan) dari manajemen PT Swope Properties

Akhirnya diubahlah perjanjian sewa itu menjadi perjanjian kerjasama, dalam perjanjian yang ditandatangani 9 September 2022 antara PT Swope Properties dengan pemilik Villa, Ni Luh Mega Mariyani, dimana PT The Swope Properties membayar Rp300 juta diawal untuk biaya kerja sama kepada Ni Luh Mega Mariyani.

Pembayaran kerja sama berikutnya akan dibayarkan setiap 3 bulan (tri wulan) yang dimulai pada pada tanggal 1 November 2024 sebesar 25% dari pendapatan bersih penyewaan villa tersebut.

“Hal ini dibayarkan dari hasil yang dihasilkan villa (pemasaran), di mana pemilik villa akan memperoleh 25%, dan mereka (klien) mendapat 75%, klien lebih besar karena mereka yang memanagement, memperbaiki, merawat, mencarikan tamu, agen dan lainnya. Kerjasama ini akan berlangsung selama 15 tahun secara sah di hadapan notaris,” jelas Monica.

Pada tanggal 28 September 2023, kliennya didatangi seseorang yang bernama Hironimus Bisa Langkeru (Hiro) bersama 5 rekan lainnya, mengaku sebagai pemilik Villa no 14 tersebut dan melakukan pengancaman kepada kliennya, bahwa kalau kamu (klien) tidak menyerahkan Rp.1 Milliar sebagai uang sewa, maka mereka akan membakar kliennya di dalam rumah.

Hal ini membuat klien kami menjadi tertekan tidak tahu apa yang harus dilakukan, kemudian salah seorang kenalannya memberikan referensi Pengacara atas nama I Made Dwi Yoga Satria (Yoga).

Saat dihubungi, Pengacara itu mengatakan ini masalah gampang dan bisa membantu mengatasi masalah ini.

Baca juga:  Dituding Manipulasi Dokumen Permohonan PK Wayan Sureg, Ini Jawaban PN Denpasar

Pada tanggal 29 September 2023, sekitar 7 menit sebelum Hiro datang, Pengacara Yoga mengirimkan email berisikan dua draft dokumen surat kuasa berbahasa Indonesia, yang harus mereka tanda tangani.

Lalu Pengacara Yoga ini datang kelokasi dengan membawa hard copy print out dari dokumen tersebut.

Setelah ditelusuri draft itu berupa surat kuasa dan perjanjian kerja sama yang berisikan mereka akan menjadi legal konsultan dari PT The Swope Properties selama 1 tahun, dengan pembayaran Rp15 Juta sebulan diluar biaya-biaya operasional lain yang akan ditagihkan terpisah.

Konon perjanjian itu tidak bisa dibatalkan, dan bilamana dibatalkan itu harus dibayarkan seluruhnya.

“Saat itu Hiro dan Pengacara Yoga ini bertemu untuk mediasi, setelah itu Pengacara Yoga menemui klien saya dan meminta klien untuk membayar kepada Hiro uang sejumlah Rp.1 Milliar, jika tidak maka kamu akan kena masalah besar,” demikian jelas Monica.

Klien kami tidak mengerti kenapa dia harus melakukan hal tersebut dan menolak untuk menyerahkan uang tersebut.

Pada tanggal 31 Oktober 2023, klien kami dihubungi oleh Pengacara Yoga Satria melalui telpon dan mengatakan bahwa klien kami mendapatkan gugatan dari pihak pemilik Villa yang dikerjasamakannya itu.

Klien menanyakan kepada Pengacara, bagaimana dia mengetahui ada gugatan sedangkan klien kami belum pernah menerima surat dari Pengadilan manapun, dan saat itu pihak Pengacara hanya mengatakan dirinya dihubungi pihak Pengadilan dan dia meminta klien kami untuk menyiapkan sejumlah dana untuk biaya pengadilan dan membayar tambahan biaya atas jasanya sebagai pengacara dalam menangani masalah ini.

“Menghadapi situasi ini, klien kami kemudian mencari pendapat dari kantor kuasa hukum lainnya, dan saat itulah dia bertemu dengan kami,” jelas Monika.

Kami menjelaskan bahwa perjanjian yang dia miliki terkait Villa No 14 tersebut sudah benar secara hukum dan valid, kemudian dijelaskan juga bahwa tidak dibenarkan untuk melakukan pembayaran apapun diluar keputusan Pengadilan.

Sejak itu, klien meminta kami untuk membantu memediasi masalah ini dengan kuasa hukum sebelumnya termasuk isi surat kuasa dan perjanjian kerjasama legal konsultan antara Yoga dan perusahaan klien kami.

“Saya bertemu Yoga, saya bilang tolong ini dibijaksanai, tidak etis mengikat seperti itu, kita jual jasa. Kalau jual jasa, lalu klien tidak senang, kita tidak bisa push mereka untuk terus pakai kita,” ungkapnya.

Pada tanggal 16 November 2023, mereka menghubungi klien dengan marah-marah, mengancam klien dengan kata-kata : “Kamu akan menerima konsekuensi buruk jika kamu membatalkan kuasa yang telah kamu berikan.”

Sore harinya Yoga kembali menghubungi klien dengan nada bicara yang berubah, dimana dia mengatakan, kita robek saja surat kuasa dan perjanjian yang sudah kita tanda tangani itu, kamu kirimkan surat bahwa saya tidak pernah menjadi Lawyer kamu, kita robek semuanya, saya akan kembalikan uang yang pernah kamu bayarkan kepada saya sebesar 30 juta dan kita kembali menjadi teman.

Baca juga:  Eksekusi Amelle Villas Tegang, Hie Khie Shin: Saya Dizalimi

Maka pada tanggal 17 November 2023, kami buatkan dan kirim surat pembatalan kuasa kepada pihak Yoga.

Pada 24 November 2023, Pengacara Yoga datang ke Villa no 14, dengan membawa Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), dan mereka langsung masuk ke dalam Villa dan ingin menguasai serta mengusir klien untuk keluar dari Villa no 14 tersebut.

Saat hal itu terjadi, posisi Monica sedang terjebak macet di daerah Pererenan, Badung.

“Setelah akhirnya kami bertemu di Villa, saya tanyakan ke Pengacara… pantas kah hal yang anda lakukan ini ?,” tuturnya.

Menurutnya, hak saudara Yoga sebagai pemilik baru Villa, akan muncul setelah perjanjian kerja sama ini selesai atau dibatalkan oleh Pengadilan, bukan serta merta menguasai Villa yang jelas-jelas sudah ada perjanjian terdahulu.

“Dia tetap kukuh tidak mau tahu dan tetap ingin menguasai Villa hanya dengan PPJB. Saya malu melihat perilaku seperti ini. Hingga larut malam, akhirnya kami sepakat untuk status quo kan kondisi ini sampai PT The Swope Properties memenuhi perizinan usahanyanya,” beber Monica.

Pasca dilengkapi perizinannya, PT The Swope Properties masih dilanda persoalan hukum.

Pada hari Selasa (5/12/2023) kliennya memperoleh surat panggilan dengan nomor Dumas/939/XI/2023 SPKT.Satreskrim/Polresta DPS/Polda Bali tanggal 24 November 2023 tentang dugaan tindak pidana memasuki pekarangan tanpa ijin yang berhak atau kuasanya yang sah dan atau perbuatan tidak menyenangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167 KUHP dan atau Pasal 335 KUHP.

Surat panggilan itu diantar langsung oleh pihak penyidik Brigadir Gede Widya Krisnayana dan Briptu Dewa Gede Saptaadhi.

Kemudian tanggal 8 Desember 2023 kami mendampingi klien untuk memenuhi panggilan klarifikasi.

Monica menjelaskan kepada penyidik bahwa kliennya memiliki semua dokumen sah terkait perijinan dan pengelolaan dari Villa Adara No.14 yang terletak di Jalan Toyaning II, dimana kliennya dituduhkan atau diduga menempati tanpa ijin.

Tetapi saat kami diperiksa, tidak ada pertanyaan yang terkait dengan kedua pasal yang disangkakan kepada klien kami, yaitu Pasal 167 KUHP dan atau Pasal 335 KUHP, melainkan kami lebih banyak ditanyai terkait keimigrasian dan perijinan.

Sebagai Kuasa hukum, dirinya menanyakan terkait hal tersebut, tetapi penyidik sama sekali tidak menjawab dan terus menanyai perihal keimigrasian dan perijinan.

“Kami menanyakan bagian mana kami melakukan perbuatan memasuki pekarangan tanpa ijin dan melakukan perbuatan tidak menyenangkan yang disangkakan kepada kami ? Tetapi pihak penyidik tidak menjelaskan apapun kepada kami,” ucapnya.

Kondisi Villa Adara no 14 yang disengketakan dan di pasang Police Line sejak 29 Desember tahun lalu

Pada tanggal 29 Desember 2023, diduga pihak polisi Brigadir Gede Widya Krisnayana dan Briptu Dewa Gede Saptaadhi, tanpa ada pemberitahuan sebelumnya, melakukan penyitaan terhadap Villa Adara No.14, dengan memasang police line.

Baca juga:  Tonny Kushartanto Lapor Balik Ventje ke Polda Bali, Atas Dasar Terbitnya SP2HP

Sebagai kuasa hukum kami mencoba menghubungi pihak Polisi yang melakukan penyitaan tersebut, kami menanyakan atas dasar apa Polisi melakukan penyitaan tersebut dan kami meminta bukti surat agar dapat ditunjukkan melalui foto karena saat itu kami dan klien sedang tidak berada di Bali,” katanya.

Pihaknya meminta bukti surat dasar penyitaan dari Villa tersebut dan Polisi hanya menyerahkan surat SPDP/212/XII/2023/Satreskrim, di mana dalam surat tersebut kami disangkakan melakukan perbuatan pengerusakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 406 KUHP

“Untuk dapat diketahui bahwa kami tidak pernah diperiksa dan atau dimintai keterangan terkait dengan perbuatan yang dituduhkan kepada kami yang terkait dengan Pasal 406 KUHP tersebut dan Polisi langsung melakukan penyitaan dan memasang Police Line terhadap Villa Adara no 14, dan kami tidak pernah menjalani pemeriksaan dan atau dimintai keterangan terkait laporan atas nama Pengacara Yoga yang berkaitan dengan Pasal 406 KUHP tersebut,” jelasnya.

Diduga saat Polisi tiba-tiba datang memasang Police Line, saat itu terdapat tamu yang sedang menginap yang kala itu tamu sedang makan siang dan Polisi mengunci Villa dari luar dengan Police Line, kemudian saat tamu datang, polisi meminta karyawan Villa untuk mengeluarkan seluruh barang-barang milik tamu dari dalam villa tersebut.

Saat itu pihaknya meminta kepada pihak Polisi agar tamu tersebut dapat mencari penginapan lain terlebih dahulu, yang mana saat itu Bali sedang dalam kondisi High Season dimana sangat sulit bagi tamu untuk menemukan penginapan lain dalam waktu yang singkat.

Tapi permintaan ini tidak mendapatkan respon positif, mereka tetap harus keluar dari Villa saat itu juga

Kondisi ini membuat tamu merasa ketakutan, baik pihak tamu dan kami mengalami kerugian materiil dan immaterial.

“Ini jelas tindakan sewenang-wenang dan upaya Kriminalisasi terhadap klien kami,” demikian tutupnya.

Sampai berita ini turun pihak Kepolisian Resort Kota telah menjelaskan memang benar berdasarkan penyidikan Nomor: LP/B/213/XII/2023/SPKT/POLRESTA DENPASAR/POLDA BALI, tanggal 27 Desember 2023, tindak pidana pengerusakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 406 KUHP dengan pelapor Made Dwi Yoga Satria, bahwa mereka telah melakukan police line terhadap Villa Adara No. 14 Toya Ning II, Ungasan, Kuta Selatan Kab. Badung.

“Ini untuk pertimbangan dan pengamanan barang Bukti di tempat agar tidak terjadi pergantian kembali rumah kunci yang dapat mengakibatkan hilangnya barang bukti yang serta merta dapat menghilangkan tindak pidana.”

“Selanjutnya telah dilakukan penyitaan sesuai Surat Perintah Penyitaan Nomor: SP. Sita/ 25/I/2024/ Satreskrim, tanggal 30 Januari 2024 dan mendapatakan penetapan pengadilan negeri Denpasar Penetapan pengadilan negeri Denpasar Nomor 202/Pen. Pid/2024/Pn. Dps, ” ungkap mereka. (Tim)