Oleh: Prof. Dr. Ida Bagus Raka Suardana, S.E., M.M. Guru Besar FEB Undiknas Denpasar
DENPASAR – Istilah “The Age of Ambition” mencerminkan era kontemporer yang dipenuhi dorongan individu maupun institusi untuk meraih puncak prestasi, kekayaan, dan pengaruh secara cepat serta agresif. Dalam konteks perekonomian Indonesia, fenomena ini mulai terlihat seiring terbukanya ruang kebebasan berekspresi, kompetisi global, kemajuan teknologi, dan desakan pembangunan serba cepat.
Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian pada Kabinet Gotong Royong di bawah Presiden Megawati Soekarnoputri, menyebut Indonesia kini memasuki era “The Age of Ambition.” Ia menilai, masa ini penuh risiko karena negara-negara tidak segan melanggar aturan main global, bahkan melakukan praktik proteksionisme ekstrem, seperti perang dagang.
Secara teoritis, istilah ini dipopulerkan oleh Evan Osnos (2014) melalui bukunya The Age of Ambition: Chasing Fortune, Truth, and Faith in the New China. Osnos menggambarkan bagaimana masyarakat China, setelah lama hidup dalam sistem represif dan kolektif, tiba-tiba terdorong dalam perlombaan pencapaian individual yang sangat kompetitif. Perlombaan ini penuh tekanan sekaligus peluang, dengan masyarakat berlomba menjadi yang terkaya, terkuat, dan tersukses, meski harus menghadapi risiko moral, sosial, dan ekonomi.
Fenomena serupa juga terlihat di Indonesia, terutama di tengah arus transformasi digital, semangat kewirausahaan, serta pertumbuhan kelas menengah yang ingin cepat naik kelas. Generasi muda kini berambisi menjadi pengusaha startup sukses, memanfaatkan peluang di sektor kripto, fintech, dan kecerdasan buatan (AI), hingga terjun dalam persaingan politik yang semakin personal.
Dari sisi positif, era ini mendorong lahirnya inovasi, peningkatan produktivitas, dan keberanian mengambil risiko. Banyak anak muda Indonesia yang menembus pasar global lewat produk digital, seni, maupun olahraga. Perekonomian Indonesia juga mencatat pertumbuhan stabil di kisaran 5 persen per tahun pascapandemi, mencerminkan semangat kebangkitan yang kuat.
Namun, tantangan dan sisi negatifnya tak bisa diabaikan. Ketimpangan ekonomi semakin melebar, tekanan mental pada generasi muda meningkat, dan ambisi yang tidak terkendali berpotensi memicu praktik korupsi serta manipulasi data ekonomi. Secara makro, Indonesia juga terancam jebakan utang, eksploitasi sumber daya berlebihan, dan ketergantungan pada investasi asing yang tidak diimbangi transfer teknologi memadai. Selain itu, tekanan geopolitik global dan instabilitas iklim dapat membuat perekonomian semakin rentan jika tidak diantisipasi dengan kebijakan inklusif dan berkelanjutan.
Era “The Age of Ambition” membuka peluang besar bagi Indonesia, tetapi juga membawa risiko yang bisa menjerumuskan pada depresi atau resesi jika tidak dikelola dengan bijak. Untuk itu, Indonesia perlu menyeimbangkan dorongan ambisi dengan tata kelola ekonomi yang adil, etis, serta berlandaskan prinsip pembangunan berkelanjutan agar mampu bertahan di tengah kompetisi global yang kian sengit. (***)