DENPASAR – Perjuangan seorang Warga Negara Asing (WNA) asal Australia, Paul Lionel La Fontaine dalam upayanya untuk bertemu dengan kedua putri kembarnya ILF dan SLF (5 th) yang selama dua tahun ini disembunyikan darinya.
Hal ini berkaitan dengan sengketa yang timbul dari berakhirnya perkawinan dengan mantan istrinya, Adinda Viraya Paramitha (WNI) yang selama ini diduga menjauhkan putri kembarnya dari dirinya.
“Saat ini kedua putri saya disembunyikan disuatu rumah di sekitar Nusa Dua, yang tertutup dan dilingkari pagar tinggi layaknya seperti benteng,” ujar Paul Lionel La Fontaine.
Mengetahui bahwa kedua putrinya tidak terlihat ada di sekolahnya, dirinya menduga anak-anak ini sudah tidak bersekolah, sebagai tempat mereka mengembangkan keterampilan sosial yang baik dan belajar pendidikan sesuai usianya.
“Mantan istri saya telah membawa kedua putrinya keluar dari rumah di Jimbaran tanpa ada persetujuan atau ijin saya,” ujar Paul.
“Dari keputusan pengadilan sebelumnya, Hakim sudah memutuskan untuk dilaksanakan pengawasan bersama (joint custody) terhadap kedua anaknya dan meminta adanya eksekusi dari pihak kepolisian maupun lembaga perlindungan anak untuk terlaksananya perintah hak asuh secara efektif dan bertanggung jawab atas hak-hak anak di bawah UU Perlindungan Anak yang menjamin seorang anak memiliki hak yang sama dengan kedua orangtuanya.
Tapi hingga kini belum ada tindakan untuk mewujudkan keputusan ini, mengapa ?” tanyanya heran.
“Putri-putri saya berada di bawah belas kasihan lembaga-lembaga semacam itu dan itulah sebabnya saya memohon mereka untuk bertindak dan jika tidak, mereka melakukan ketidakadilan terhadap anak kembar tercinta yang sangat saya rindukan”
“Saya menduga ini adalah suatu “orkesta” yang dibuat oleh pihak Adinda, dengan rekayasa mengeksploitasi kedua anak saya sebagai bagian dari tujuan mendapatkan aset milik saya,” ujarnya.
“Ada dugaan mereka menjadikan anak-anak ini sebagai obyek eksploitasi untuk mendapatnya tujuan mereka yaitu merebut kepemilikan aset saya,” tambahnya.
Yang saya inginkan hanyalah membesarkan putri kembar kami yang cantik sebagai sebuah keluarga di Bali di mana saya membangun sebuah Villa yang megah untuk istri dan anak-anak saya, namun sayangnya mantan istri saya memutuskan untuk menjalani masa depannya dengan pria lain yang sekarang terbukti dengan fakta bahwa dia menikah lagi dalam waktu enam bulan setelah perceraian dan telah final di kasasi Mahkamah Agung (MA),” ungkapnya.
Tragisnya, ketidakstabilan bagi si kembar ini diduga akan terus berdampak pada kesehatan mental mereka, karena secara paksa dipisahkan dari ayah biologis mereka.
Paul mengatakan, bahwa dia mengerti mantan istrinya telah menemukan pria lain sebagai pasangan barunya tetapi dia BUKAN ayah dari anak kembar tersebut.
Dirinya menginginkan anak perempuannya segera kembali dan tidak akan berhenti sampai ada tindakan Polisi dan prosedur pengadilan untuk mendapatkan hak-haknya dan hak-hak untuk anak perempuan tercintanya.
“Nama “la fontaines”yang tersemat pada nama kedua buah hatiku adalah sebuah fakta yang tidak akan pernah berubah,” pungkasnya.
“Untuk itu saya mengajak tim kuasa hukum Adinda, untuk melakukan debat publik tentang hak-hak anak dan hak asuh serta dugaan penganiayaan yang dilakukan terhadap putri-putri saya,” tantangnya
Sesuai hasil rekomendasi dari ahli psikiatri forensik, dalam laporannya menyatakan bahwa kejadian yang dialami Paul Lionel La Fontaine adalah tindakan Parental Alienation (Pengasingan Orang Tua) yang akan memberikan dampak buruk bagi kesehatan mental anak-anak, baik dimasa sekarang hingga masa mendatang, hal ini diklasifikasikan sebagai bentuk kekerasan psikis terhadap anak.
Hal ini diungkap oleh kuasa hukumnya, Devara K Budiman saat berjumpa dengan awak media di Inlaws Caffe, Denpasar (08/05/2024)
Pada tanggal 04April2024, mereka menghadiri Forum Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) provinsi Bali, yang dihadiri juga oleh pihak Polresta Denpasar, Komisi Perlindungan Anak, serta para ahli dan psikiatri sebagai upaya mendapatkan sisi penegakan hukum atas hak-hak anak ditinjau dari HAM.
“Sejak 26Agustus2022, anak-anak ini telah diambil dan disembunyikan oleh Adinda, untuk tinggal dengan suaminya yang baru, merekayasa pemikiran anak-anak bahwa suami barunya ini adalah ayah mereka dan memutus akses dan komunikasi dari klien kami,” demikian jelasnya.
“Sesuai rekomendasi Menkumham, ini adalah bentuk tindakan pelanggaran HAM berat,” tambahnya.
Anak-anak tersebut dimungkinkan terkena dampak penderitaan dengan apa yang dikenal sebagai “kelaparan ayah” (Father Hunger Syndrome) sebuah sindrom di mana seorang anak merasa “ditinggalkan oleh ayahnya” yang mengarah pada gangguan perilaku dan kecanduan pada remaja awal dan keinginan untuk mencari pria yang lebih tua.
“Berdasarkan hasil rekomendasi psikiatri, diketahui fakta bahwa tidak ada bukti ditemukan adanya tindak kekerasan terhadap anak-anak seperti yang selama ini dituduhkan pada klien kami.
Dalam rekomendasi ini menyatakan bahwa anak-anak ini sangat membutuhkan kehadiran ayah kandungnya,” tegasnya.
“Medical report yang ditunjukan oleh Adinda sebelumnya adalah klaim sepihak, bukan hasil analisa dari tim medis.
Diduga keras medical report ini diperoleh dengan cara melawan hukum dan menyalahgunakannya untuk pengajuan gugatan hak asuh anak yang kedua kalinya terhadap klien kami.
Bahkan Adinda menolak dilakukan assesment atas dirinya, padahal dia adalah korban, ini aneh,” ungkapnya.
Saat ini pun ada dugaan upaya pihak Adinda melakukan pemutusan listrik dilokasi Villa yang masih ditempati Paul Lionel La Fonte, dengan melibatkan pihak PLN.
“Hal ini juga akan kami gugat karena ada upaya melawan hukum yaitu merampas hak orang lain yang secara hukum masih mempunyai hak kuasa penuh terhadap obyek dimaksud,” jelas Devara K Budiman.
“Saat itu adalah keputusan mantan istri saya untuk pindah dari villa tersebut dan saya tinggal di sana, hal ini merupakan hak hukum saya untuk dapat memiliki akses yang dapat digunakan.
Ini adalah langkah putus asa,” kata Paul saat dimintai pendapatnya.
Hingga kini pihak Adinda maupun kuasa hukumnya, Mila Tayeb belum dapat dihubungi media untuk konfirmasi. (E’Brv)