Beranda Berita Wisura Kusuma Jadi Penengah, WKS Harap Suara Korban Perundungan Didengar

Wisura Kusuma Jadi Penengah, WKS Harap Suara Korban Perundungan Didengar

0
Nyoman Wisura Kusuma, BA., Kertha Desa Adat Pemogan

DENPASAR – Dunianewsbali.com, WKS menyampaikan apresiasi kepada tokoh budaya sekaligus seniman besar asal Pemogan, I Nyoman Wisura Kusuma, BA, yang dinilai berperan penting memfasilitasi penyelesaian isu perundungan dan ancaman diskriminasi yang menimpanya.

Mediasi terkait kasus ini semula dijadwalkan berlangsung pada Minggu, 20 Juli 2025, di kantor LPD Pemogan. Namun, WKS tidak menghadiri pertemuan tersebut. Awak media yang hadir mencoba meminta keterangan dari pihak Desa Adat, namun seluruh perangkat desa enggan memberikan pernyataan resmi.

“Besok temui saja di rumah Jro Bendesa di Panjer. Rapat biasanya berjalan hingga larut, sekitar pukul 23.00 WITA, karena agenda pembahasan cukup banyak,” ungkap salah seorang warga yang ditemui di lokasi.

Kepada media, WKS menjelaskan bahwa ketidakhadirannya bukan karena tidak menghormati Desa Adat, melainkan karena trauma atas pengalaman perundungan yang membuatnya merasa tidak aman. Ia menilai kantor LPD belum sepenuhnya menjadi lokasi netral untuk paruman adat.

Hingga berita ini diturunkan, media masih belum berhasil mewawancarai Jro Bendesa. Saat dikonfirmasi melalui WhatsApp, Minggu 22/7, Jro Bendesa menyatakan bahwa persoalan tersebut kini sepenuhnya menjadi ranah Kertha Desa.

“Silakan ditanyakan ke Kertha Desa terkait wicara ini. Saat ini prosesnya ada di sana. Secara teknis, keputusan Kertha Desa akan dibawa ke Paruman Agung Desa Adat, kemudian diputuskan secara resmi oleh Desa Adat,” tulis Jro Bendesa dalam pesannya. Ia juga menyebut nama I Nyoman Wisura Kusuma, BA, sebagai anggota Kertha Desa yang aktif menangani kasus ini.

Nyoman Wisura Kusuma, BA., Kertha Desa Adat Pemogan

Wisura sendiri, dalam keterangannya kepada media, menegaskan bahwa masalah adat sebaiknya diselesaikan di ranah adat. Ia menyayangkan ketidakhadiran WKS dalam paruman, karena kantor LPD dianggap sebagai lokasi yang netral. Sebagai tokoh masyarakat, Wisura menyatakan komitmennya membantu mediasi secara damai tanpa melibatkan media massa maupun media sosial.

Baca juga:  Universitas Udayana Didukung Bamsoet untuk Eksplorasi Nuklir Hijau di Indonesia

Menurut Wisura, sebagian warga Pemogan tidak sepakat dengan langkah WKS yang dinilai berpotensi mencoreng nama baik Desa Adat Pemogan, desa yang dikenal sebagai tempat lahirnya sejumlah seniman besar Bali.

Meski demikian, WKS menegaskan rasa hormatnya kepada Wisura dan berharap penyelesaian kasus ini bisa berlangsung bijak.

“Saya sangat menghormati beliau sebagai budayawan besar Pemogan yang mengharumkan Bali hingga mancanegara. Saya yakin kehadirannya akan membawa masukan bijak agar tidak ada lagi korban perundungan atau diskriminasi seperti yang saya alami. Saya berharap kasus ini menjadi contoh penyelesaian yang adil bagi desa adat lainnya,” ungkap WKS.

Terkait langkah hukum, WKS menyatakan belum memutuskan membawa kasus perundungan ke ranah hukum meski mengaku memiliki bukti kuat.

“Saya bisa saja melaporkan kasus ini ke pihak berwenang. Namun saya masih mempertimbangkan dampaknya terhadap pelaku dan keluarga mereka,” katanya.

WKS juga menegaskan hak setiap warga untuk memperjuangkan keadilan, termasuk dirinya, yang akhirnya berbicara ke media setelah proses paruman dianggap buntu.

“Awalnya saya tidak pernah terpikir membawa isu ini ke media. Namun, pada paruman pertama dan kedua, Jro Bendesa tidak hadir, justru terjadi perundungan baik secara personal maupun massal. Pada pertemuan ketiga di lokasi yang sama, dalam pertemuan enam mata yang dihadiri Kelian Adat dan Kelian Dinas, saya mendengar isu bahwa akan ada perlakuan diskriminasi terhadap saya dengan sistem voting, jika saya menolak menghaturkan banten guru piduka. Padahal, saya sudah menyatakan bersedia menghaturkan banten guru piduka setelah awig-awig disesuaikan. Situasi terasa buntu, dan sanksi yang diarahkan kepada saya terasa berlebihan,” jelasnya.

Ia juga menyinggung sanggahan Jro Bendesa yang menyatakan tidak ada rencana diskriminasi maupun desakan banten guru piduka, serta tidak pernah menerima surat permintaan maaf yang dibuatnya saat mediasi pertama.

Baca juga:  Aksi Sosial Klien Bapas Karangasem Bersih-Bersih Lingkungan di Pasraman Gurukula, Bangli

“Pada mediasi pertama di Jaba Pura Dalem, saya sudah membuat surat permintaan maaf kepada Jro Bendesa karena unggahan saya di kolom komentar media sosial. Surat itu saya tandatangani langsung. Namun, pada mediasi kedua dan rapat banjar, justru ada desakan untuk menghaturkan banten guru piduka. Saya sudah meminta tembusan surat permintaan maaf dan notulen rapat kepada Kelian Banjar, tetapi hingga kini tidak pernah saya terima,” tegasnya.

WKS juga meminta maaf kepada warga Pemogan yang mungkin merasa keberatan kasus ini sampai ke media. Ia berharap aparat banjar dan desa bersikap transparan agar Kertha Desa dapat mengambil keputusan secara objektif dan sesuai hukum.

“Saya mohon maaf kepada masyarakat Pemogan jika langkah saya ini dianggap berlebihan. Saya tidak bermaksud mencoreng nama baik desa saya sendiri, tetapi saya harap dipahami, setiap orang termasuk saya berhak memperjuangkan keadilan,” ujarnya.

Selain persoalan perundungan, WKS juga belum memutuskan apakah akan melanjutkan pelaporan dugaan KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) yang ditemuinya saat menjabat bendahara kegiatan ngaben massal.

“Saya sedang mempertimbangkan untuk melanjutkan pengusutan terkait LPD. Jika ada pengusutan lebih lanjut, bukan hanya keuangan ngaben massal yang akan diselidiki, tetapi juga audit menyeluruh oleh pemerintah daerah. Jika ditemukan unsur pidana, pelaku korupsi di LPD bisa dijerat dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (UU Tipikor), khususnya pasal-pasal mengenai kerugian keuangan negara dan penyalahgunaan wewenang yang dapat menimbulkan pidana penjara dan denda. Hal ini bukan hanya soal kerugian Desa Adat, tetapi juga bisa berdampak pada kerugian nasabah LPD itu sendiri,” pungkasnya.

Baca juga:  Tolak Nyamuk Wolbachia, PEKAT IB Suarakan Kekhawatiran Rakyat Bali

WKS menambahkan, kasus LPD seluruh Bali kini mendapat perhatian langsung dari Kepala Kejati Bali, Dr. Ketut Sumedana, S.H., M.H., sebagaimana dikutip dari unggahan media sosial pejabat tersebut.(Ich)