DENPASAR – Dunianewsbali.com || Selasa, 18 Februari 2025, Paul Lionel La Fontaine (62), warga negara Australia, terus menunjukkan keteguhan hatinya dalam memperjuangkan hak asuh dua anak kembarnya, Sianna dan Isla (6). Meski terpisah sejak 2022, Paul tak henti-hentinya berusaha mendapatkan akses untuk bertemu putri-putrinya yang kini tinggal bersama ibu kandung mereka, Adinda Viraya Paramitha (39), di Bali Selatan.
Paul melaporkan kasus sulitnya bertemu dengan anak-anaknya kepada UPTD PPA, berharap solusi yang adil. Ia menegaskan bahwa sejak 26 Agustus 2022, ia telah menemukan lokasi keberadaan Sianna dan Isla, yang menurutnya ditahan secara tidak manusiawi di sebuah rumah di Puri Bunga, Bali. Paul menyebut tempat tersebut seperti “penjara,” di mana anak-anaknya diduga diisolasi dan dijauhkan dari dunia luar—bahkan dari dirinya sebagai ayah kandung.
Kisah Pahit Seorang Ayah, “Selama lebih dari dua tahun, saya tidak diizinkan bertemu, memeluk, atau merayakan ulang tahun serta Natal bersama mereka. Ini adalah penyiksaan psikologis yang nyata,” ungkap Paul dengan nada tegas. Puncaknya, ketika Paul mencoba mengunjungi kediaman Adinda untuk membawa hadiah dan menyanyikan lagu ulang tahun bagi anak-anaknya, ia malah mengalami kekerasan fisik.
“Saya dipukuli oleh tiga preman saat mencoba bernyanyi dan membawakan hadiah untuk putri saya,” kata Paul. Menurutnya, para preman tersebut jelas bertindak atas perintah mantan istrinya, yang bahkan memerintahkan agar hadiah serta bingkai foto yang ia bawa dihancurkan.
Kritik Terhadap Lembaga Perlindungan Anak
Paul menuding lembaga perlindungan anak yang seharusnya melindungi Sianna dan Isla, justru menunjukkan sikap acuh tak acuh. Meski telah melaporkan dugaan kekerasan fisik dan psikis terhadap anak-anaknya ke UPTD PPA dan KPAI, Paul merasa laporan serta bukti kekerasan yang disampaikan—termasuk visum medis dari Tim Psikiater RS Sanglah—hanyalah diabaikan.
“Faktanya, semua lembaga perlindungan anak sudah mengetahui kondisi ini lebih dari delapan bulan lalu, namun belum melakukan tindakan apa pun untuk melindungi anak-anak saya. Ini bukan hanya kelalaian, ini pengabaian yang disengaja,” tegasnya.
Paul juga menduga adanya pengaruh besar dari pengacara mantan istrinya serta oknum pensiunan polisi dari Unit PPA yang menghalangi keadilan. Ia menantang pihak berwenang untuk bersikap tegas dan menjalankan hukum dengan benar, tanpa keberpihakan yang mencederai hak asuhnya sebesar 50% yang telah diputuskan Pengadilan Denpasar.
“Ini bukan hanya tentang saya sebagai ayah, ini tentang hak anak-anak saya untuk tumbuh dengan kasih sayang orang tua mereka secara utuh. Saya meminta polisi, UPTD PPA, dan semua lembaga terkait untuk bertindak—bukan diam,” ucap Paul dengan penuh tekad.
Tak berhenti di situ, Paul juga meminta bantuan kepada DPD RI untuk memfasilitasi pertemuannya dengan anak-anaknya. Sementara itu, pengacara Paul, Devara Kharisma, menegaskan bahwa tindakan Adinda yang melanggar hak asuh 50% merupakan pelanggaran hukum serius, dan pihak kepolisian wajib bertindak sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak dan KUHP.
Sudut Pandang Pakar dan Aktivis Perlindungan Anak
Menambahkan dimensi lain dalam kasus ini, sejumlah pakar dan aktivis perlindungan anak mengungkapkan kekhawatirannya atas dampak psikologis yang mungkin diderita oleh Sianna dan Isla. Seorang psikolog anak terkemuka, menyatakan:
“Anak-anak berusia enam tahun membutuhkan kehangatan dan dukungan emosional dari kedua orang tua. Isolasi dan penolakan terhadap pertemuan dengan salah satu orang tua dapat menimbulkan trauma yang mendalam dan mengganggu perkembangan psikologis mereka dalam jangka panjang.”
Sementara itu Mariza seorang aktivis Perempuan dan Perlindungan Anak, menambahkan:
“Kasus ini menggambarkan kegagalan sistem perlindungan anak yang seharusnya menjadi benteng terakhir dalam melindungi anak-anak dari kekerasan dan penyalahgunaan. Kami mendesak pihak berwenang untuk segera melakukan investigasi menyeluruh dan memastikan bahwa hak serta kesejahteraan anak-anak tidak lagi diabaikan.”
Para pakar tersebut menekankan pentingnya kolaborasi antara aparat penegak hukum dan lembaga perlindungan anak agar setiap laporan tentang dugaan penyalahgunaan atau isolasi anak bisa segera ditindaklanjuti. Mereka juga menyerukan transparansi dan akuntabilitas dari semua pihak yang terlibat agar tidak terjadi pelanggaran hukum yang berlarut-larut.
Tuntutan Keadilan untuk Anak-Anak yang Tak Berdosa
Dengan dukungan para pendukungnya, Paul kini menuntut penegakan hukum yang tegas demi masa depan Sianna dan Isla—anak-anak yang hanya ingin merasakan kasih sayang ayah mereka, tanpa terkungkung oleh konflik orang dewasa.
“Anak-anak saya berhak atas kehidupan yang normal, penuh cinta, dan kebebasan. Saya akan terus berjuang, berapa pun harga yang harus saya bayar,” tutup Paul dengan suara yang tegas dan penuh keyakinan.(Tim13)