BADUNG – Penolakan demi penolakan terjadi terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai akan dapat membunuh kearifan lokal terutama Bali. Isu kenaikan pajak senilai 40% yang mengkategorikan Spa sebagai tempat hiburan membuat banyak pelaku usaha kecewa.
Mereka menekankan pemerintah perlu mengkaji lebih dalam lagi terhadap kebijakan yang bisa saja menyebabkan banyak tempat usaha gulung tikar dan pengangguran akan bertambah. Undang-undang nomor 1 tahun 2022 yang menetapkan pajak hiburan berkisar antara 40 sampai 75 persen, dengan kategorisasi Spa dan Karaoke sebagai tempat hiburan secara otomatis menempatkan mereka di bawah rencana kenaikan pajak.
Padahal ada PP 103 Tahun 2014 tentang pelayanan Tradisional Indonesia dan UU No. 36 Tahun 2009: Peraturan ini menetapkan kerangka untuk praktik pengobatan tradisional, termasuk spa, yang diakui sebagai bagian dari sistem kesehatan nasional. Kemudian UU No. 17 Tahun 2023 Pasal 22 tentang Yankestrad: Pasal ini mencakup spa sebagai salah satu dari 25 upaya kesehatan berbasis pengobatan kearifan lokal, mengakui pentingnya spa dalam konteks kesehatan tradisional.
Menemui Gede Ganter selaku management Delta Spa Dewi Sri. Ia menyebutkan bahwa kebijakan pemerintah menerapkan pajak 40% itu tentu memberatkan para pelaku usaha terutama Spa. ” Bagaimana pelaku usaha bisa untung, ujung-ujungnya bisa memberatkan karyawan sendiri, efisiensi tenaga kerja itu pasti terjadi, ” ungkapnya, Senin (08/01/2024), di kantornya.
Ia berharap kebijakan seperti ini dapat dipertimbangkan kembali, karena pelaku usaha tentu akan terpukul dengan kondisi yang akan ada. Pelanggan yang ingin mengambil Spa sebagai hiburan dan kesehatan pun tentu memilih enggan bila nantinya akan ada kenaikan yang tinggi.
” Mohon bapak Jokowi lebih mempertimbangkan lagi soal kenaikan ini, apalagi saya berusaha mulai dari bawah, ini tentu dapat memukul kami, mohin dipertimbangkan kembali, ” ujarnya mengulang. ” Jangan sampai diterapkanlah, kenaikan ini sudah lebih dari 100% dari 15% ke 40%. Jangan sampailah, ” pungkasnya.
Hal senada juga dilontarkan oleh Kepala Dinas Pariwisata Bali Tjok Pemayun, Balinese Spa adalah kearifan lokal yang sarat akan nilai budaya. Dia takut nilai atau kearifan lokal yang ada di dalamnya justru pudar karena salah kaprah dalam menentukan kategori pungutan pajak. Ia juga berharap bahwa Spa tidak dikategorikan sebagai hiburan.
Kondisi ini masih menunggu arahan dari Pj Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya, sebelum disampaikan kepada Menteri Pariwisata, Sandiaga Uno. (Ich)