Beranda Berita Drama Hukum Pasutri Pemilik Hotel, Ditangkap di Tempat Usaha Sendiri, Gugat Lewat...

Drama Hukum Pasutri Pemilik Hotel, Ditangkap di Tempat Usaha Sendiri, Gugat Lewat Praperadilan

0

DENPASAR – Dunianewsbali.com, Pasangan suami-istri pemilik Hotel MAYA, Alfred Hartono Lukman dan Adita Felicia Eugine, resmi mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Denpasar. Mereka menilai penetapan tersangka hingga penahanan yang dilakukan penyidik Polda Bali tidak sah dan cacat formil.

Sidang perdana praperadilan digelar di Ruang Sidang Kartika, PN Denpasar, Selasa (30/9/2025). Pemohon diwakili oleh tim kuasa hukum dari TB Internasional Legal Consultant dan Law Office, yang terdiri atas Prof. Dr. Suhandi Cahaya, SH., MH., T.B. Pradita Dalem, SH., serta Anak Agung Gde Rai Sukajaya, SH., MH. Sedangkan pihak termohon adalah Kapolda Bali cq Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Bali.

Kuasa hukum pemohon, T.B. Pradita Dalem, SH., menyebut kasus ini bermula dari inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan Alfred sebagai Direktur Utama dan pemegang saham mayoritas PT Vanya Asset Management (51%), bersama istrinya Adita selaku manajer keuangan, pada 12 Agustus 2025.

Mereka mendatangi Hotel MAYA, aset resmi PT Vanya, untuk melakukan audit internal setelah sebelumnya muncul kasus penjualan minuman keras ilegal oleh pihak yang tidak dikenal. Kasus tersebut bahkan sudah ditangani Polsek Kuta Utara pada Juli 2025.

Dalam sidak itu, pasangan pemilik hotel justru menemukan sejumlah kejanggalan. Sejumlah kamar hotel terkunci, kantor manajemen tidak dapat diakses, hingga ditemukannya dokumen print-out booking hotel periode Agustus–Desember 2025, padahal operasional hotel saat itu sedang ditutup oleh pemilik sah.

Ketika bersitegang dengan manajer lama, Alexandria, seorang WNA asal Rusia, ia mengaku sah mengelola hotel berdasarkan surat pengangkatan dari komisaris PT, Mcvin (WNA Singapura). Namun hal ini dibantah oleh Alfred selaku Direktur Utama karena tidak pernah memberi wewenang kepada komisaris untuk mengangkat manajer tanpa melalui RUPS.

Baca juga:  Potensi Bahaya Besar! Proyek FSRU LNG Sanur-Sidakarya: Pipa Gas Lewati Kawasan Padat Warga dan Mangrove, Siapa Tanggung Jawab?

Belakangan, Adita membawa print-out booking tersebut ke Polres Badung sebagai bukti dugaan penggelapan yang dilakukan manajemen lama. Namun, sehari setelahnya, pada 13 Agustus 2025, Alexandria justru melapor ke Polda Bali dengan tuduhan pencurian (Pasal 362 KUHP) serta pengeroyokan/pengrusakan (Pasal 170 KUHP).

Anehnya, hanya sehari setelah laporan itu dibuat, tepatnya 14 Agustus 2025, Alfred dan Adita langsung ditangkap di kediamannya oleh penyidik Unit V Subdit 3 Krimum Polda Bali. Keesokan harinya, 15 Agustus 2025, mereka ditetapkan sebagai tersangka dan Adita langsung ditahan.

Kuasa hukum menilai proses yang begitu cepat tersebut penuh kejanggalan. “Klien kami ditangkap tanpa pernah diperiksa lebih dulu sebagai saksi. Laporan masuk 13 Agustus, penangkapan 14 Agustus, penetapan tersangka dan penahanan 15 Agustus. Ini cacat formil dan cacat prosedural,” tegas T.B. Pradita Dalem.

Dalam sidang praperadilan, pihak pemohon menghadirkan ahli hukum pidana Dr. A.A. Ngurah Oka Yudistira Darmadi, SH., MH. Ia menilai Surat Perintah Penangkapan Nomor SP.Kap/77/VIII/RES.1.8/2025/Dirreskrimum tertanggal 14 Agustus 2025 tidak sah dan batal demi hukum.

Menurut ahli, penetapan tersangka berdasarkan Surat No. S.Tap/148/VIII/RES.1.8/2025/Dirreskrimum juga tidak memenuhi syarat hukum, sebab tidak didahului proses penyelidikan dan penyidikan yang semestinya. Selain itu, penggunaan pasal penahanan dianggap tidak memenuhi syarat objektif sebagaimana diatur dalam Pasal 21 KUHAP.

“Laporan atas aset PT semestinya dilakukan oleh Direktur Utama sebagai pemegang kuasa sah. Seorang manajer lama apalagi WNA tidak memiliki legal standing untuk melaporkan dugaan tindak pidana atas aset perusahaan,” tambahnya.

Dengan alasan itu, tim kuasa hukum menyatakan penangkapan dan penahanan kliennya tidak sah, cacat yuridis, serta batal demi hukum. Mereka berharap melalui praperadilan ini, hakim bisa memberikan penilaian objektif agar aparat penegak hukum lebih berhati-hati dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka. (red/tim)