DENPASAR – Pemimpin Desa Adat merupakan kesepakatan sebuah Desa Adat di Bali sebagai mengayom dan pelaksana kepentingan kegiatan ritual adat di Bali. Pemimpin tertinggi ini disebut Bendesa Adat.
Surat keputusan (SK) perpanjangan masa bhakti Bandesa Adat Serangan hingga Desember 2024 yang diterbitkan oleh Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali dianggap tidak mewakili aspirasi mereka sebagai krama (masyarakat) Desa Adat Serangan, pasca keluarnya Keputusan Panitia Ngadegan Bendesa Adat Serangan 2024-2029.
Dalam hal ini Ketua Panitia Ngadegan Bendesa Adat Serangan, I Made Sandya yang didampingi Sekreataris Panitia, Ketut Kertajaya meminta MDA Bali segera menggelar mediasi guna menuntaskan polemik yang terjadi di masyarakat saat ini.
Kondisi ini wajib difasilitasi untuk mengadakan pertemuan antara pihaknya dengan para pihak yang berkeberatan agar tidak terjadi gesekan di masyarakat.
“Saat ini panitia sudah menjalankan semua sesuai prosedur ga ada yang kami buat-buat. Pak Wali (Wali Kota Jaya Negara, red) juga sudah menerima, termasuk MDA Denpasar sebagai pendamping kami juga menyatakan semua sudah benar”
Tetapi hal itu tidak singkron dan masih ada yang mengganjal di tingkat provinsi. Mereka ingin segera dipertemukan dan difasilitasi untuk menyelesaikan permasalahan yang ada.
“Mereka mengeluarkan SK Perpanjangan, jadi mereka harus memfasilitasi ini. Jangan kami terus diadu domba,” ungkap Made Sandya kepada beberapa awak media, Sabtu, 13 Juli 2024.
Ia juga mengabarkan bahwa pihak panitia tidak bermaksud untuk membenturkan para pihak, tetapi malah berterima kasih kepada MDA Kota Denpasar yang sudah memberikan pendampingan, penyempurnaan dan penyelesaian dari pada proses tahapan yang di lakukan panitia..
“Justru kami sangat menyayangkan kenapa MDA Provinsj tidak mengindahkan keputusan dari MDA Kota Denpasar yang telah ditunjuk untuk menyelesaikan apa yang terjadi”
“Ada apa dengan MDA Provinsi Bali, justru MDA Kota Denpasar sangat kooperatif mendampingi dan membimbing kami di panitia, ” pesannya.
Ia juga menilai, SK perpanjangan yang diterbitkan MDA Bali menjadi sumber masalah di masyarakat terlebih tidak ada perarem tercantum di SK tersebut, awig-awig Desa Adat Serangan juga tidak tertulis bahkan Perda (Peraturan Daerah) pun tidak dicantumkan, sehingga pihaknya mempertanyakan urgensi MDA Bali terkait penerbitannya.
Tentu ini menjadi aneh, tidak adanya sinkronisasi (penyesuaian, red) antara kota (MDA Denpasar, red) dengan provinsi (MDA Bali, red). Sedangkan di kota menetapkan 31 Juli 2024.
Dari ini lah masyarakat mempertanyakan apa kepentingan penerbitan SK tersebut, urgensinya apa? Apa ada bencana alam? Atau ada kepentingan lain sehingga harus diperpanjang? semua kan harus lewat paruman (rapat besar, red) desa.
“Gawat ini seperti dipaksakan,” sentilnya.
BERITA SEBELUMNYA
Kondisi proses pemilihan Bendesa Adat Serangan sempat diwarnai aksi demo sekelompok massa mengatasnamakan warga Serangan di Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali ditanggapi serius oleh Bandesa Adat Serangan 2014-2024, I Made Sedana dan sejumlah prajuru lainnya, pada Selasa, 9 Juli 2024 malam.
Ia menerangkan bahwa aksi tersebut dilakukan di kantor MDA Bali yang dikoordinir langsung oleh I Wayan Patut.
“Kami tahu persis bagaimana, sedangkan kelompok massa tersebut mewakili warga Desa Adat Serangan dan tidak mewakili enam Kelihan Banjar Adat yang ada di Desa Adat Serangan”
“Dan kekosongan Pengurus Desa Adat Serangan juga tidak benar adanya,” tegas Sedana.
Menurutnya, seluruh prajuru konsisten mematuhi aturan dalam menjalankan Pemerintahan Desa Adat Serangan, yakni;
a. Berdasarkan parum Desa Adat Serangan yang dihadiri oleh prajuru Desa, Kerta Desa, Penua Sabha, dan Kelihan Banjar Adat pada tanggal 25 Mei 2024.
b. Berdasarkan perarem diketentuan umum Bab XI Pasal 26 Poin a yang menerangkan prajuru yang ada pada saat ini tetap melaksanakan tugas-tugas sampai dikukuhkannya prajuru yang baru sesuai perarem ini.
c. Berdasarkan awig-awig Desa Adat Serangan.
d. Perda No.4 Provinsi Bali memperpanjang jabatan Bendesa sampai ada Bendesa Definitif.
“Disini tidak ada yang dilanggar, tetapi mereka bersikukuh ingin mejaya-jaya atau men-sahkan salah satu calon, atas nama I Nyoman Gede Pariartha yang dimenangkan atas hasil voting,” katanya.
Dirinya juga sempat menuturkan bahwa kelompok yang mengatasnamakan ‘Warga Serangan Metangi’ untuk men-sahkan I Nyoman Gede Pariartha di tingkat MDA Provinsi Bali, belum mulus berjalan.
Ini dikarenakan MDA Provinsi Bali melihat ada hal-hal yang harus diluruskan dan dimusyawarahkan lebih lanjut.
“Kami dipanggil ke MDA (MDA Provinsi Bali) Rabu (10 Juli 2024, red) dan menceritakan kronologis yang benar serta membawa bukti – bukti yang ada, ” jelas Sedana.
Kemudian pernyataan dari Prajuru Desa Adat Serangan, Nyoman Kemuk Antara mengungkapkan bahwa diawal ada lima calon bendesa.
“Adanya dugaan pemalsuan dokumen (keputusan, red) yang ditandatangani diduga Panitia dan Sekretaris disini”
Pada tanggal 24 Mei 2024, disebutkan ada keputusan Desa Adat Serangan bahwa Bapak I Nyoman Gede Pariartha ditetapkan sebagai Bendesa Serangan.
“Itu tidak benar, “beber Nyoman Kemu Antara.
Menurutnya, panitia melaksanakan pemilihan Bendesa secara musyarawah mufakat menetapkan I Nyoman Gede Pariartha sebagai bendesa. Hal itu sesungguhnya kebohongan yang panitia lakukan dengan cara voting menghasilkan angka 8:5.
“Maka sangat jelas cara itu sudah bertentangan dengan isi Perarem Pasal 20, dan ketidaksesuaian isi pararem tersebut menimbulkan keberatan dari 3 calon bendesa lainnya,” ucapnya.
Tiga calon bendesa yang mengajukan keberatan di antaranya:
1. I Wayan Kuat dari Br. Peken.
2. I Wayan Astawa, SH., dari Br. Kaja.
3. I Made Sukanadi, SH., dari Br. Tengah.
Ia juga meminta agar MDA Agung Provinsi Bali untuk memediasi masalah kegaduhan yang terjadi di Desa Adat Serangan dengan tuntas. (Tim)