Beranda Ekonomi Kontribusi BUMN di Bali

Kontribusi BUMN di Bali

0

Oleh Prof. Dr. Ida Bagus Raka Suardana, S.E., M.M.  Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) Denpasar

 

DENPASAR – Keberadaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Bali, seperti PT Angkasa Pura I dan PT Pelindo, kerap menimbulkan pertanyaan publik. Banyak yang menilai bahwa BUMN hanya mengambil keuntungan dari aktivitas ekonomi Bali, khususnya sektor pariwisata dan logistik, tanpa kontribusi nyata yang dirasakan langsung oleh masyarakat. Pertanyaan seperti ini merupakan hal wajar dalam iklim demokrasi dan transparansi ekonomi.

Namun perlu digarisbawahi, keberadaan dan operasional BUMN diatur oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, yang diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Regulasi ini menegaskan bahwa BUMN tidak semata-mata mengejar keuntungan, tetapi juga mengemban misi sosial: pemerataan pembangunan, peningkatan pelayanan publik, serta dukungan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

Model kontribusi BUMN tidak hanya terjadi di Bali. Di berbagai daerah lain, BUMN hadir sebagai penggerak konektivitas dan ekonomi lokal. Misalnya, PT Angkasa Pura mengelola Bandara Soekarno-Hatta di Jakarta sebagai pintu utama logistik nasional. Di Sulawesi Selatan, Bandara Sultan Hasanuddin menopang mobilitas masyarakat dan ekspor hasil perikanan serta pertanian. Di Nusa Tenggara Barat, Bandara Internasional Lombok mendorong pariwisata dan mendukung event internasional seperti MotoGP. Bandara Juanda di Jawa Timur menjadi simpul logistik strategis, sementara Bandara Sepinggan di Balikpapan memperlancar distribusi tenaga kerja dan logistik industri energi.

Hal serupa dilakukan PT Pelindo. Di Pelabuhan Tanjung Perak, distribusi barang domestik dan ekspor industri nasional berjalan dinamis. Pelabuhan Belawan menopang ekspor sawit dan hasil bumi Sumatera Utara. Pelabuhan Bitung menjadi simpul ekspor perikanan di Sulawesi Utara, dan Pelabuhan Tenau Kupang di NTT membuka konektivitas antar pulau. Di Kalimantan Barat, Pelabuhan Pontianak menghidupkan distribusi bahan pokok hingga ke pedalaman.

Baca juga:  Danantara Diluncurkan, Saham Terkoreksi Apa Penyebabnya?

Secara finansial, memang keuntungan BUMN sebagian besar disetor ke kas negara dalam bentuk dividen dan pajak. Namun, manfaatnya tetap kembali ke daerah melalui belanja negara, dana transfer pusat, pembangunan infrastruktur, hingga berbagai program sosial. Melalui program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL), BUMN dituntut berkontribusi langsung ke masyarakat. Di Bali, Angkasa Pura I menyediakan ruang promosi gratis untuk UMKM di bandara. Pelindo aktif mendukung program kebersihan pesisir dan nelayan. PLN mengembangkan PLTS komunal, Telkom menyelenggarakan pelatihan digital bagi pelaku ekonomi kreatif, dan BRI konsisten memberdayakan UMKM melalui pelatihan literasi keuangan dan pembiayaan mikro.

Dengan demikian, keberadaan BUMN di Bali tidak bisa dipandang sebagai bentuk eksploitasi ekonomi daerah. Justru, BUMN menjadi bagian dari sistem pembangunan nasional yang menjembatani kesejahteraan secara lebih merata. Memang, belum semua hasilnya terasa menyeluruh di setiap lapisan masyarakat. Namun, peran BUMN dalam mendorong sektor strategis, membuka lapangan kerja, dan memperkuat UMKM serta layanan publik tidak dapat diabaikan.

Ke depan, sinergi antara BUMN, pemerintah daerah, dan masyarakat harus terus diperkuat. Dengan kolaborasi yang lebih inklusif, manfaat BUMN dapat semakin terasa nyata dan menjangkau seluruh masyarakat Bali. (***)