Beranda Hukum Manajemen Taman Yasa Tuntut Iuran Tak Masuk Akal, Akses Masuk Diblokade

Manajemen Taman Yasa Tuntut Iuran Tak Masuk Akal, Akses Masuk Diblokade

0
Henny Suryani Ondang

BADUNG – Polemik tak terduga melanda perumahan elite Taman Yasa di Mumbul, Kuta Selatan, Badung, Bali. Henny Suryani Ondang, seorang penghuni baru, mengalami kejadian tak mengenakkan ketika dirinya bersama keluarga ditolak masuk ke rumah yang sudah mereka beli. Pihak manajemen perumahan dengan tegas memblokade jalan masuk, menuntut pembayaran yang fantastis Rp 388 juta sebagai syarat agar bisa memasuki hunian miliknya sendiri.

Peristiwa ini terungkap pada Kamis, (24/10/2024) saat awak media menyaksikan konfrontasi antara Henny dan pihak yang mengaku mewakili manajemen. Henny diminta membayar sejumlah uang yang diklaim sebagai iuran kebersihan, keamanan, dan biaya keanggotaan.

Henny Suryani Ondang (kiri) saat pertemuan dengan Kepala Lingkungan setempat, Nyoman Astawa (kanan)

“Mereka menamakan diri Asosiasi Taman Yasa, saya tidak tahu soal mereka sebelumnya. Saya hanya dihubungi oleh seorang manajer bernama Pak Nengah yang meminta email saya,” ujar Henny saat menceritakan peristiwa tersebut.

Henny menjelaskan, angka yang diminta manajemen tak masuk akal. Berdasarkan perhitungannya, iuran untuk kebersihan dan keamanan semestinya jauh lebih rendah.

“Berdasarkan rincian yang saya terima, kebutuhan tahunan untuk perumahan ini, yang hanya terdiri dari 21 rumah, hanya menghabiskan sekitar Rp 18 juta per tahun. Artinya, setiap rumah hanya perlu mengeluarkan sekitar Rp 1 juta per bulan. Tapi, mereka meminta Rp 5 juta per bulan per rumah,” jelas Henny, merasa biaya yang diminta terlalu besar.

Ia juga menyebutkan bahwa ketua asosiasi, Geoff Preston, yang diduga warga negara asing, tidak pernah memberikan jawaban jelas terkait kelebihan dana yang dikumpulkan.

Penutupan akses perumahan Taman Yasa

“Mereka mengatakan uang itu digunakan untuk berjaga-jaga jika ada kerusakan seperti gardu listrik, tapi setahu saya, itu urusan PLN, bukan asosiasi atau manajemen perumahan,” tambah Henny.

Henny mengungkapkan kecurigaannya terhadap keberadaan Asosiasi Taman Yasa yang dikelola mayoritas warga asing. Menurutnya, asosiasi tersebut tidak terdaftar di mana pun, menimbulkan pertanyaan tentang legalitas dan transparansi pengelolaan dana.

Baca juga:  Togar Situmorang Minta Polda Bali Segera Tetapkan Tersangka, Kasus Dugaan Penipuan yang Dialami Pengusaha Bali

“Saya tidak menolak membayar iuran, asalkan wajar. Yang saya inginkan adalah transparansi dan kejelasan atas penggunaan uang tersebut. Saya ingin hidup disini dengan nyaman,” tegas Henny kepada awak media.

Di sisi lain, Santi, perwakilan dari pihak manajemen, menyatakan bahwa pembelian rumah oleh Henny tidak dilaporkan oleh pemilik sebelumnya ke pihak manajemen.

“Pemilik sebelumnya tidak melaporkan bahwa tanahnya telah dijual, jadi kami tidak mengetahui perubahan kepemilikan,” ujar Santi.

Ia juga menambahkan bahwa penghuni di Taman Yasa diwajibkan mematuhi semua aturan yang telah disepakati sejak tahun 2018, termasuk membayar iuran yang tertunggak.

Henny Suryani Ondang saat membuka paksa portal penutup akses masuk

Santi juga menjelaskan bahwa sebagian besar penghuni di perumahan tersebut adalah warga negara asing yang lebih sering tinggal di luar negeri dan hanya pulang saat liburan.

“Ketika mereka kembali kesini, biasanya dilakukan voting untuk menentukan aturan baru, termasuk soal iuran dan biaya lain yang harus dibayarkan oleh setiap penghuni,” tambahnya.

Penghalangan akses masuk ke rumah juga menimbulkan pertanyaan hukum, merujuk pada Pasal 144 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang melarang pengalihfungsian prasarana umum.

Nyoman Astawa, Kepala Lingkungan (Kaling) Mumbul yang kebetulan berada di lokasi, menanggapi insiden ini dengan hati-hati. Ia mengatakan bahwa pemblokiran jalan oleh pihak manajemen mungkin terkait iuran yang belum dibayar oleh Henny.

“Harus tahu dulu sejarahnya bagaimana, termasuk bagaimana pengembang sebelumnya mengelola perumahan ini,” jelas Nyoman.

Menanggapi masalah ini, beberapa ahli hukum menyebutkan bahwa jika pihak developer atau manajemen mengalihfungsikan prasarana atau fasilitas umum untuk keuntungan sendiri, maka mereka dapat dijerat dengan tuntutan pidana serta sanksi administratif. Selain itu, warga juga berhak mengajukan gugatan terhadap developer yang tidak menyediakan fasilitas umum yang sesuai.

Baca juga:  Empat Terdakwa Penyerangan Kantor Satpol PP Denpasar Dituntut 2,5 Tahun Penjara

Selain jalur hukum, langkah mediasi juga bisa ditempuh oleh pihak yang bersengketa, dengan melibatkan pemerintah daerah sebagai penengah. Apalagi, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 secara tegas melarang penutupan akses publik atau pekarangan dari lalu lintas umum.

Kasus ini mencerminkan konflik yang kerap muncul di perumahan-perumahan mewah, terutama yang melibatkan pengelolaan oleh pihak asing dan kurangnya transparansi dalam pengelolaan dana.

Masalah ini masih berlanjut, dan berbagai pihak berharap ada solusi damai melalui jalur mediasi atau jalur hukum yang tepat, agar tidak lagi ada warga yang merasa dirugikan di Taman Yasa. (E’Brv)