Beranda Ekonomi Musim Libur yang Tak Pasti

Musim Libur yang Tak Pasti

0

Oleh Prof. Dr. Ida Bagus Raka Suardana, SE.,MM  Dekan Fak. Ekonomi & Bisnis (FEB) Undiknas Denpasar.

 

DENPASAR – Selasa, 13 Mei 2025, Musim liburan sekolah yg biasanya menjadi harapan emas bagi pelaku usaha wisata di Bali kini berubah menjadi musim ketidakpastian. Terutama bagi pelaku usaha yg selama ini menggantungkan hidupnya pada segmen wisata pelajar dari Pulau Jawa. Larangan yg dikeluarkan sejumlah kepala daerah di Jawa untuk tdk menyelenggarakan kegiatan study tour ke Bali mulai tahun 2025 ini telah memicu gelombang kekhawatiran yg sangat nyata. Bagi hotel melati, rumah makan pinggir jalan massal, pedagang oleh-2 di pasar tradisional, hingga pengemudi bus pariwisata dan UMKM di sekitar destinasi wisata, musim liburan kali ini bisa jadi akan menjadi musim yg paling suram.

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Bali, pada periode Juni–Juli tahun 2024 lalu, sekitar 31,5% dari total wisatawan domestik ke Bali berasal dari rombongan pelajar dlm rangkaian study tour. Mereka tdk hanya memenuhi penginapan kelas melati dan homestay, tetapi juga menyemarakkan pasar oleh-oleh dan wahana atraksi berbiaya murah.

Dalam teori wisata domestik, Leiper (1990) menyebutkan bhw pariwisata adalah sistem terbuka yg rentan terhadap intervensi eksternal seperti kebijakan pemerintah, perubahan sosial, atau persepsi publik. Keputusan politik yg terjadi di luar Bali kini telah menjadi guncangan sistemik yg berdampak langsung pada stabilitas ekonomi sektor pariwisata lokal. Fenomena itu jelas menciptakan rantai masalah. Usaha kecil menengah yg tdk memiliki cadangan modal kuat terancam tutup.

Hotel-hotel kecil yg telah membayar biaya operasional tetap seperti listrik, air, dan gaji pegawai harus menerima kenyataan kamar-kamar kosong. Para sopir pariwisata yg biasanya memperoleh penghasilan dari antar-jemput wisatawan pelajar kini terpaksa menggantungkan kunci bus di rumah. Hal ini bkn hanya menyoal turunnya pendapatan, tetapi tentang keberlangsungan hidup ribuan keluarga di balik usaha tersebut.

Baca juga:  Dampak Pidato Trump terhadap Ekonomi

Ketika pasar tradisional wisatawan pelajar terhenti, inovasi dan adaptasi menjadi satu-satunya jalan keluar. Salah satu solusi terbaik adalah diversifikasi pasar. Pemerintah daerah dan asosiasi pariwisata perlu mendorong pelaku usaha untuk beralih sementara pada segmen lokal Bali dan wisatawan dari NTB dan NTT yang masih potensial. Strategi digital marketing juga harus ditingkatkan. UMKM oleh-oleh bisa mengembangkan penjualan daring, memanfaatkan marketplace untuk menjangkau konsumen yg tidak berkunjung langsung. Hotel melati bisa dikemas menjadi tempat retreat komunitas lokal atau ruang kreatif dengan harga terjangkau. Pemerintah provinsi pun sebaiknya mengucurkan bantuan stimulus ringan berupa subsidi bunga pinjaman atau pembebasan pajak daerah untuk sektor terdampak.

Krisis ini juga menyiratkan pelajaran penting: ketergantungan berlebihan pada satu segmen pasar membuat pariwisata rentan. Diperlukan langkah jangka panjang berupa reposisi citra pariwisata Bali sbg tujuan edukatif berbasis budaya, bkn sekadar tempat liburan. Ini akan memperluas daya tarik Bali ke segmen keluarga, komunitas seni, dan pegiat sejarah. Jika langkah ini diambil serius dan kolektif, mungkin musim liburan mendatang tak akan semuram yang dibayangkan sekarang. (***)