Oleh Prof. Dr. Ida Bagus Raka Suardana, SE., MM Dekan Fakultas Ekonomi & Bisnis (FEB) Undiknas Denpasar
DENPASAR – Setiap tahun, usai perayaan Lebaran, Pulau Bali mengalami fenomena peningkatan arus balik yang cukup signifikan. Jumlah pendatang yang memasuki Bali setelah Lebaran kerap melebihi jumlah warga yang meninggalkan pulau saat mudik. Fenomena ini menimbulkan berbagai tantangan sosial, terutama di wilayah Bali Selatan yang sudah padat penduduk. Pendatang baru sering kali datang dengan harapan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, terinspirasi oleh kerabat atau teman yang telah lebih dulu menetap di Bali. Namun, kedatangan mereka tanpa perencanaan yang matang dapat memicu masalah sosial baru.
Data empiris menunjukkan peningkatan arus balik ke Bali dalam beberapa tahun terakhir. Misalnya, selama periode arus balik Lebaran 2024, tercatat 101.461 orang dan 25.342 kendaraan menyeberang dari Pulau Jawa ke Bali dalam tiga hari setelah Lebaran, yaitu pada 11–13 April 2024. Angka ini baru mencapai 24 persen dari total 420.624 orang yang meninggalkan Bali selama arus mudik, menunjukkan potensi lonjakan pendatang yang lebih besar pada hari-hari berikutnya.
Untuk mengantisipasi lonjakan pendatang, pemerintah Bali telah mengambil langkah-langkah strategis sesuai dengan regulasi yang berlaku. Salah satu upaya yang dilakukan adalah penertiban identitas pendatang di pintu-pintu masuk utama, seperti Pelabuhan Gilimanuk, Padangbai, dan Benoa. Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Bali secara rutin melakukan operasi yustisi untuk memeriksa kelengkapan identitas pendatang. Pendatang yang tidak memiliki identitas resmi atau tujuan yang jelas dapat dikenakan sanksi, termasuk pemulangan ke daerah asal. Selain itu, pemerintah provinsi mengalokasikan Bantuan Keuangan Khusus (BKK) untuk pengendalian mobilitas penduduk pendatang. Dana ini disalurkan ke kabupaten/kota yang menjadi pintu masuk utama, seperti Jembrana, Karangasem, Buleleng, dan Kota Denpasar.
Karena Bali menawarkan peluang ekonomi yang lebih baik dibandingkan beberapa daerah asal pendatang, tanpa perencanaan dan regulasi yang tepat, lonjakan penduduk dapat menimbulkan masalah sosial. Kepadatan penduduk yang meningkat dapat memicu persaingan lapangan kerja, peningkatan angka pengangguran, serta potensi meningkatnya kriminalitas. Selain itu, infrastruktur dan layanan publik di Bali, terutama di wilayah selatan, dapat terbebani oleh pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali.
Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah Bali perlu menerapkan beberapa solusi strategis, antara lain:
1. Penguatan Regulasi dan Penegakan Hukum
Pemerintah harus memastikan bahwa regulasi terkait kependudukan diterapkan secara konsisten. Penegakan hukum yang tegas terhadap pendatang tanpa identitas resmi atau yang melanggar aturan akan memberikan efek jera dan mencegah kedatangan penduduk tanpa perencanaan.
2. Peningkatan Kerja Sama Antarinstansi
Kolaborasi antara Satpol PP, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, aparat keamanan, serta pemerintah desa dan kelurahan perlu ditingkatkan. Pendekatan terpadu akan memastikan pendataan dan pengawasan pendatang berjalan lebih efektif.
3. Penyediaan Informasi dan Edukasi
Pemerintah dapat menyediakan informasi yang jelas mengenai prosedur dan persyaratan bagi pendatang yang ingin bekerja atau menetap di Bali. Edukasi mengenai peluang dan tantangan hidup di Bali dapat membantu calon pendatang membuat keputusan yang lebih bijak.
Dengan penerapan langkah-langkah tersebut, diharapkan arus balik usai Lebaran dapat dikelola dengan baik, sehingga Bali tetap menjadi destinasi yang aman, nyaman, dan sejahtera bagi penduduk lokal maupun pendatang. (***)