Beranda Berita Terminal LNG Lepas Pantai Bali Disorot, Desain Berubah Kajian Wajib Diulang

Terminal LNG Lepas Pantai Bali Disorot, Desain Berubah Kajian Wajib Diulang

0
Dr. Ketut Gede Dharma Putra

DENPASAR – Dunianewsbali.com, Pemerhati lingkungan hidup Bali, Dr. Ketut Gede Dharma Putra, menegaskan bahwa rencana pembangunan Floating Storage Regasification Unit (FSRU) Terminal Liquefied Natural Gas (LNG) di kawasan lepas pantai perlu dikaji ulang secara menyeluruh. Ia menilai perubahan desain dan lokasi proyek membuat seluruh proses perencanaan dan perizinan harus dimulai kembali dari nol.

Ketua Yayasan Pembangunan Berkelanjutan Bali (Bali Sustainable Development) ini menjelaskan, perubahan titik pembangunan ke wilayah laut menjadikan proyek tersebut berbeda secara mendasar, baik dari sisi regulasi tata ruang maupun kajian lingkungan.

“Dengan perubahan desain menuju kawasan lepas pantai, pemrakarsa wajib memulai seluruh proses dari awal—mulai dari kesesuaian tata ruang laut, sosialisasi kepada masyarakat pesisir, hingga penyusunan dokumen lingkungan yang baru,” ujarnya di Denpasar, Jumat (31/10/2025).

Proyek yang rencananya akan dibangun sekitar 3,5 kilometer dari pesisir Pantai Sidakarya, Denpasar Selatan, kini menuai penolakan dari sejumlah pelaku pariwisata di Sanur.

Sebelumnya, Gubernur Bali Wayan Koster menyebutkan bahwa dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) proyek tersebut ditargetkan terbit pada akhir September 2025, setelah memperoleh persetujuan dari Kementerian Lingkungan Hidup.

Dharma Putra mengingatkan, kegiatan di laut tidak dapat dijalankan tanpa izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Izin tersebut juga harus didukung konsultasi publik yang transparan, mengingat potensi dampak terhadap masyarakat di Sanur, Serangan, Pedungan, hingga Tanjung Benoa.

“Partisipasi masyarakat menjadi sangat penting, karena mereka yang akan terdampak langsung. Sosialisasi harus terbuka agar muncul dukungan dan masukan konstruktif,” tambahnya.

Dokumen AMDAL Harus Dibuat Ulang

Lebih lanjut, Dharma Putra menegaskan bahwa setelah izin tata ruang laut terpenuhi, kegiatan di daratan juga wajib melengkapi izin kesesuaian lahan.

Baca juga:  Natys Restoran Buka Cabang ke-13 di Discovery Mall Bali, Sinergi Kuat Untuk Dongkrak Pariwisata

“Ini bukan sekadar revisi, tetapi benar-benar harus dimulai dari awal—termasuk penyusunan desain teknis, analisis dampak, serta konsultasi publik yang komprehensif,” tegasnya.

Ia juga menekankan pentingnya transparansi dalam proyek ini, mengingat sejak awal sudah menjadi perhatian masyarakat luas. Pemerintah dan pihak pemrakarsa diminta berhati-hati agar tidak menimbulkan polemik baru.

Selain itu, Dharma Putra mengingatkan agar proyek LNG tidak berbenturan dengan pengembangan Pelabuhan Benoa dan Teluk Benoa yang tengah difokuskan sebagai Marine Tourism Hub oleh PT Pelindo.

“Kawasan Benoa sudah lama disiapkan untuk kegiatan energi bersih dan wisata bahari. Jangan sampai proyek baru justru mengganggu rencana besar yang telah ada,” ujarnya.

Ia menambahkan, lokasi proyek juga berdekatan dengan KEK Kura-Kura Bali di Pulau Serangan serta kawasan wisata Sanur dan Tanjung Benoa yang menjadi sumber ekonomi masyarakat lokal.

“Pemrakarsa perlu berkoordinasi dengan semua pihak yang sudah memiliki aktivitas di kawasan tersebut agar transisi menuju energi bersih di Bali berjalan harmonis tanpa menimbulkan konflik sosial maupun lingkungan,” imbuhnya.

Pelaku Pariwisata Sanur Menolak

Penolakan terhadap proyek ini juga datang dari Ketua PHRI Denpasar sekaligus Ketua Yayasan Pembangunan Sanur, Ida Bagus Gede Sidharta Putra (Gusde). Ia menilai pembangunan Terminal LNG akan menimbulkan dampak sosial, budaya, dan lingkungan yang serius bagi kawasan pariwisata Sanur.

“Sebagai warga Sanur dan pelaku pariwisata, saya menolak proyek ini. Wisatawan datang ke Sanur untuk menikmati keindahan alam dan ketenangan pantai, bukan melihat kilang gas. Dampak pencemaran laut juga patut diwaspadai,” tegasnya.

Menurut Gusde, Pantai Sanur bukan sekadar destinasi wisata, tetapi juga memiliki nilai sosial dan spiritual tinggi bagi masyarakat setempat.

“Pantai Sanur adalah ruang publik untuk kegiatan keagamaan, rekreasi warga, hingga atraksi budaya,” ujarnya.

Baca juga:  Bungee Jumping di Tebing Kelingking Ditutup Sementara, Langgar Aturan Tata Ruang

Ia menambahkan, pariwisata Sanur saat ini sedang berada pada tren positif, dengan tingkat hunian hotel mencapai lebih dari 80 persen menjelang akhir tahun.

“Sekarang Sanur sedang bagus, occupancy di atas 80 persen. Jangan sampai dirusak dengan proyek semacam ini, apalagi kita tengah mengembangkan konsep wellness tourism,” katanya.

Sementara itu, Ketua EW-LMND Bali, I Made Dirgayusa, menyampaikan bahwa pihaknya telah mengikuti proses sosialisasi proyek pada 2 Oktober 2025. Dalam pertemuan tersebut, disebutkan bahwa titik pembangunan berada sekitar 3,5 km dari pesisir Muntig Siokan, Denpasar.

Namun, ia menilai lokasi dan instalasi proyek masih belum final, sehingga masukan masyarakat harus benar-benar dipertimbangkan.

“Kami berharap pemrakarsa lebih terbuka dan mempertimbangkan aspirasi warga agar pembangunan benar-benar berkeadilan,” ujarnya.

Pernyataan senada disampaikan I Wayan Patut, Prajuru Desa Adat Serangan, yang menegaskan bahwa titik lokasi pembangunan belum pasti. Ia meminta agar posisi terminal tidak terlalu dekat dengan akses masuk Pelabuhan Serangan.

“Dalam sosialisasi 2 Oktober itu kami sudah banyak memberi masukan. Kami berharap pemerintah mendengarkan,” ucapnya. (red/tim)