Beranda Berita Akses Ibadah Terhambat, Legalitas dan AMDAL Proyek Jimbaran Hijau Jadi Sorotan

Akses Ibadah Terhambat, Legalitas dan AMDAL Proyek Jimbaran Hijau Jadi Sorotan

0

BADUNG – dunianewsbali.com, Sengketa lahan antara Desa Adat Jimbaran dan investor PT Jimbaran Hijau kembali mencuat dan kini meluas ke isu lingkungan hidup. Publik mempertanyakan kemungkinan terbukanya seluruh dokumen legalitas perusahaan, termasuk Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL), dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang akan diadakan bersama Panitia Khusus Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (Pansus TRAP) DPRD Bali.

Persoalan bermula dari terhambatnya renovasi Pura Belong Batu Nunggul yang berada di wilayah Jimbaran. Desa Adat Jimbaran menyatakan pura tersebut telah berdiri sejak sebelum kemerdekaan Indonesia dan memiliki nilai spiritual penting bagi warga. Namun PT Jimbaran Hijau, pemegang Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas lahan di sekitar kawasan tersebut, melarang akses dan pengerjaan renovasi dengan alasan status tanah masih disengketakan.

Larangan tersebut menyebabkan aktivitas renovasi tersendat meskipun material bangunan seperti batu padas, semen, dan kayu telah tersedia di lokasi. Petugas keamanan investor sempat menghadang pengempon pura. Situasi ini memicu keresahan warga, terlebih dana hibah sebesar Rp500 juta dari Pemerintah Provinsi Bali untuk tahun anggaran 2025 terancam tidak terserap. Hibah tersebut memiliki batas waktu laporan pertanggungjawaban hingga 10 Januari 2026.

Bendesa Adat Jimbaran, I Gusti Made Rai Dirga Arsana Putra, menegaskan bahwa persoalan ini bukan sekadar sengketa administratif, melainkan menyangkut hak dasar umat beragama.
“Pura ini secara adat dan sejarah sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka. Kalau umat dihalangi masuk dan beribadah, ini bukan lagi soal batas tanah, tapi sudah menyentuh hak konstitusional warga,” ujarnya saat ditemui di Jimbaran, Senin (15/12/2025).

Ia juga menyoroti terhambatnya pemanfaatan dana hibah pemerintah.
“Dana hibah ini untuk kepentingan yadnya, bukan kepentingan pribadi. Material sudah siap, tapi kami dihadang. Warga menjadi resah karena waktu pertanggungjawaban hibah sangat terbatas,” kata Rai Dirga.

Baca juga:  PN Denpasar Proses Gugatan Bali Towerindo terhadap Pemkab Badung, Sidang Masuk Tahap Mediasi

Di sisi lain, PHDI Bali menyarankan agar pembangunan pura dihentikan sementara hingga status hukum lahan benar-benar jelas, guna menghindari persoalan hukum lanjutan. Mediasi yang difasilitasi Kantor Lurah Jimbaran pada November 2025 berakhir deadlock. Investor bersikukuh menunggu kejelasan batas kawasan SHGB, sementara warga adat meminta renovasi tetap dilanjutkan demi keberlangsungan yadnya.

Isu ini semakin kompleks ketika DPRD Bali melalui Pansus TRAP menyoroti aspek perizinan proyek PT Jimbaran Hijau. Dalam laporan sementara, Pansus menyebut adanya dugaan proyek berjalan tanpa dokumen AMDAL, atau terjadi kekeliruan klasifikasi risiko usaha di sistem Online Single Submission (OSS) dari risiko tinggi menjadi risiko rendah.

Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Bali juga sebelumnya mengonfirmasi bahwa kelengkapan perizinan lingkungan proyek tersebut belum memadai.

Sidak tim pansus TRAP DPRD Bali ke Jimbaran Hijau

Ketiadaan atau ketidakjelasan AMDAL menjadi sorotan serius di tengah meningkatnya kepekaan publik terhadap isu ekologi. Bali, sebagai wilayah dengan daya dukung lingkungan terbatas, dinilai rentan terhadap dampak pembangunan skala besar seperti alih fungsi lahan, perubahan tata air, kerusakan kawasan resapan, serta potensi longsor dan banjir.
Kekhawatiran ini menguat seiring maraknya bencana alam di berbagai daerah di Indonesia yang kerap dikaitkan dengan lemahnya pengawasan lingkungan dan perizinan.

Pansus TRAP DPRD Bali berencana memanggil manajemen PT Jimbaran Hijau dalam RDP untuk meminta klarifikasi menyeluruh, termasuk pembuktian legalitas perizinan lingkungan. RDP tersebut diharapkan menjadi forum terbuka agar publik mengetahui apakah proyek investor telah memenuhi prinsip pembangunan berkelanjutan dan perlindungan lingkungan hidup.

Menanggapi sorotan tersebut, pihak PT Jimbaran Hijau menyatakan bahwa perusahaan merasa telah menjalankan kegiatan sesuai perizinan yang dimiliki.
“Kami tidak pernah bermaksud menghalangi ibadah. Akses ke pura pada prinsipnya tetap ada, namun kami juga harus memastikan tidak ada aktivitas di atas lahan yang masih berstatus sengketa hukum,” ujar Ignatius Suryanto SH (Igan) selaku kuasa hukum PT Jimbaran Hijau dalam keterangan terpisah.

Baca juga:  Frekuensi Penerbangan Dilipatgandakan, Bali Bidik Pasar Ekonomi India

Terkait isu AMDAL, perusahaan menyatakan siap memberikan klarifikasi di hadapan DPRD.
“Kami akan hadir dalam RDP dan menjelaskan seluruh perizinan yang kami miliki sesuai ketentuan yang berlaku,” kata Igan mewakili perusahaan.

Pasca inspeksi mendadak Pansus TRAP pada pertengahan Desember 2025, akses ke Pura Belong Batu Nunggul sudah dibuka dan proyek PT Jimbaran Hijau dihentikan sementara. Renovasi pura kemudian dapat dilanjutkan kembali, meskipun sengketa lahan belum sepenuhnya selesai.

Dari sisi hukum, larangan beribadah di tempat suci dinilai bertentangan dengan Pasal 28E ayat (1) dan Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 yang menjamin kebebasan beragama dan beribadah. Selain itu, tindakan menghalangi upacara keagamaan dapat dijerat ketentuan pidana sebagaimana diatur dalam KUHP. Menteri Agama juga menegaskan bahwa pelarangan ibadah merupakan pelanggaran konstitusi dan harus ditindak sesuai hukum yang berlaku.

Kini, perhatian publik tertuju pada RDP DPRD Bali. Masyarakat berharap forum tersebut tidak hanya menyelesaikan sengketa lahan dan konflik sosial, tetapi juga membuka secara transparan persoalan AMDAL dan dampak ekologis proyek PT Jimbaran Hijau. Di tengah krisis lingkungan dan meningkatnya bencana alam, kasus Jimbaran menjadi ujian komitmen pemerintah daerah dalam menegakkan hukum, melindungi lingkungan, dan menghormati hak-hak adat serta kebebasan beragama. (Brv)