Beranda Ekonomi Keluhan dan Beban Berat Peternak Babi di Bali, Serukan Peran Pemerintah Lebih...

Keluhan dan Beban Berat Peternak Babi di Bali, Serukan Peran Pemerintah Lebih Aktif

0

BADUNG – Dunianewsbali.com, Industri peternakan babi di Bali, yang telah lama menjadi penopang ekonomi masyarakat lokal, kini menghadapi tekanan berat akibat fluktuasi harga dan ancaman wabah penyakit. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran serius bagi peternak, konsumen, dan seluruh rantai pasokan yang terlibat.

Ketua Gabungan Peternak Babi Indonesia (GUPBI), I Ketut Hari Suyasa yang ditemui awak media pada Sabtu 21 Desember 2024, menyebutkan bahwa harga babi hidup di tingkat peternak turun dari Rp60.000 menjadi Rp55.000 per kilogram. Penurunan ini bukan disebabkan oleh lemahnya permintaan, melainkan karena isu-isu yang sengaja dimainkan untuk merusak stabilitas pasar.

I Ketut Hari Suyasa Ketua GUPBI Bali

“Lonjakan pasokan yang tidak terkontrol terjadi karena kepanikan peternak. Ada pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan situasi ini untuk keuntungan mereka, sementara peternak justru dirugikan,” tegas Suyasa.

Meski permintaan dari wilayah seperti Jakarta, Kalimantan, dan Sulawesi tetap tinggi, ketidakstabilan pasar di Bali menekan harga lokal. Selain itu, ancaman penyakit seperti African Swine Fever (ASF) dan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) semakin memperburuk situasi.

Risiko Wabah dan Kerugian Peternak ASF, yang daya bunuhnya mencapai 100% dan belum memiliki vaksin, menjadi ancaman utama. Jika satu kandang terinfeksi, seluruh populasi ternak bisa lenyap dalam waktu singkat.

“Pada puncak wabah sebelumnya, harga babi anjlok ke Rp25.000 per kilogram, jauh di bawah biaya produksi yang mencapai Rp40.000. Banyak peternak merugi besar tanpa adanya kompensasi dari pemerintah,” ungkap Suyasa.

Suyasa menyoroti minimnya perhatian pemerintah terhadap masalah ini. Ia mendesak perlindungan harga, dukungan mitigasi wabah, dan kemudahan perizinan sebagai langkah prioritas.

“Kami sudah mengusulkan pembentukan badan usaha daerah untuk menyeimbangkan pasar, tetapi hingga kini belum ada tindak lanjut. Pemerintah harus lebih aktif dalam melindungi peternak,” tambahnya.

Baca juga:  Hadirkan Pusat Belanja Terkemuka, Mitsubishi Estate Dan GOBI Buka 'The Grand Outlet' Di Kawasan Ekonomi Khusus Kura Kura Bali

Proses perizinan pengiriman daging babi beku juga menjadi masalah. Meski pengiriman babi hidup relatif mudah, pengiriman daging beku sering terhambat oleh birokrasi rumit yang membuka peluang praktik ilegal.

Di tengah situasi ini, GUPBI mengusulkan pembentukan konsorsium distribusi untuk menjaga stabilitas harga. Selain itu, dukungan pemerintah dalam menghadapi risiko wabah dan memastikan harga yang layak dianggap vital untuk keberlanjutan sektor ini.

“Jika pemerintah ingin Bali tetap menjadi barometer peternakan babi di Indonesia, perhatian serius terhadap perlindungan peternak sangat diperlukan,” tutup Suyasa.

Dengan tekanan ekonomi dan psikologis yang semakin berat, masa depan peternakan babi di Bali kini berada di persimpangan jalan. Dibutuhkan langkah konkret dari pemerintah dan sinergi dengan seluruh pemangku kepentingan untuk menyelamatkan salah satu sektor ekonomi terpenting di Pulau Dewata.(Isa)