DENPASAR – Dunianewsbali.com, 25 April 2025, Di tengah berbagai dinamika yang mewarnai pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kura Kura Bali, terdapat satu bentuk kolaborasi yang berjalan senyap namun konsisten: kerja sama antara Desa Adat Serangan dan pengelola KEK Kura Kura Bali, PT Bali Turtle Island Development (BTID).
Hubungan keduanya tidak hanya formal, tetapi juga terjalin akrab layaknya keluarga besar. Meski tak sering terdengar di ruang publik, komunikasi yang terbuka dan partisipatif terus dijaga. Dalam kegiatan adat, budaya, agama, serta inisiatif pelestarian lingkungan hingga perencanaan kawasan, masyarakat lokal tak sekadar diakomodasi, tetapi menjadi bagian dari fondasi pembangunan itu sendiri.
“Keterbukaan komunikasi selalu kami jaga bersama. Tidak semua hal perlu diumumkan, yang penting adalah kepercayaan dan itikad baik,” ujar Jro Ketut Sudiarsa, Mangku Pura Patpayung.
Ia menyatakan dukungannya terhadap rencana pengembangan KEK Kura Kura Bali ke depan, seraya berharap kelancaran pembangunan mendapat restu spiritual. “Semoga Ida Betara Dalem Pat Payung memberikan tuntunan agar apa yang menjadi harapan BTID bisa berjalan lancar. Rahayu,” imbuhnya.
Pengelola kawasan pun menyadari bahwa membangun ruang yang hidup tidak cukup hanya dengan infrastruktur fisik, tetapi juga melalui relasi harmonis dengan seluruh pihak di Pulau Serangan.
Dalam suasana yang kerap dihiasi opini dari luar, kolaborasi ini membuktikan bahwa pembangunan yang selaras dengan budaya dan komunitas bukan sekadar wacana—namun telah berlangsung perlahan dan tanpa gaduh.
Bendesa Adat Serangan, I Nyoman Gede Pariatha, menegaskan hal senada. “Setiap orang atau komunitas yang menuju hal baik pasti menghadapi cobaan. Amanah saya sebagai bendesa adalah menjaga harmonisas dengan Tuhan, manusia, dan alam,” ujarnya.
Ia menyebut hubungan warga dengan BTID sejauh ini berjalan baik. “Semua persoalan selalu dibicarakan dan dicari solusinya bersama. Kura Kura Bali bagian dari wilayah adat kami, jadi sudah semestinya keharmonisan dijaga. Kami mendukung penuh agar pembangunan terealisasi dan membawa kesejahteraan bagi masyarakat Serangan dan sekitarnya.”
Terkait dinamika pro dan kontra, ia menilai hal itu wajar. “Namanya juga hubungan, seperti suami istri pasti ada lebih dan kurang. Yang penting komunikasi terus terjaga,” katanya.
Pariatha juga menyoroti kontribusi nyata BTID kepada masyarakat, termasuk komitmen sejak tahun 1998 untuk menyerahkan lahan seluas 6,5 hektar kepada masyarakat dan yang sudah direalisasikan bahkan mencapai 7,3 hektar, belum termasuk fasilitas umum lainnya.
Selain itu, BTID menyediakan lahan 4 hektar setiap Galungan dan Kuningan untuk parkir di Pura Sakenan. Bahkan di masa pandemi, BTID tak memberhentikan satu pun karyawan asal Serangan. “Saat banyak perusahaan lakukan PHK, warga kami yang bekerja di sini masih menerima gaji. Itu luar biasa,” ungkapnya.
Hal senada disampaikan Lurah Serangan, Ni Wayan Sukanami. Ia menyebut komunikasi antara warga dan BTID selalu terjaga. “Dulu ke Pura Sakenan harus naik jukung atau jalan kaki saat surut. Setelah reklamasi 1998, BTID membangun jembatan penghubung seperti sekarang. Kontribusinya nyata dan telah banyak dirasakan,” tutupnya. (Tim/Ich)