Beranda Berita Usai Dilantik PPKHI, Gek Uma Bertekad Fokus Pada Mediasi dan Edukasi Hukum...

Usai Dilantik PPKHI, Gek Uma Bertekad Fokus Pada Mediasi dan Edukasi Hukum Bagi Perempuan, Anak, dan Warga Terpinggirkan

0

DENPASAR – Ni Kadek Umayanti, SH., resmi dilantik sebagai advokat dalam acara pengukuhan dan pelantikan oleh Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) di Pengadilan Tinggi Denpasar, Selasa (20/05/2025).

Sebagai satu-satunya peserta perempuan asal Bali yang dilantik pada hari itu, ia menyatakan komitmen kuatnya untuk membela hak-hak kelompok rentan, terutama perempuan, anak-anak, dan masyarakat awam hukum di daerah terpencil.

Dalam wawancara pada awak media, Umayanti yang akrab disapa Gek Uma menegaskan bahwa keputusannya menjadi advokat berawal dari keprihatinan mendalam terhadap ketidakadilan yang dialami perempuan, khususnya di pedesaan.

“Banyak perempuan, terutama janda, dianggap rendah dan kehilangan haknya setelah ditinggal suami. Mereka sering tidak tahu bagaimana memperjuangkan hak hukumnya. Saya ingin mengubah itu,” ujarnya dengan nada tegas namun penuh empati.

Ia menceritakan, banyak kasus di desa-desa terjadi karena kurangnya pemahaman hukum. Misalnya, peternak yang dikriminalisasi karena ketidaktahuan aturan atau ibu rumah tangga yang kehilangan hak waris karena tidak mampu bersuara. “Ini bukan sekadar masalah hukum, tapi juga martabat manusia,” tambahnya.

Berbeda dari stereotip advokat yang kerap diidentikkan dengan ego dan materi, Gek Uma memilih pendekatan mediasi yang mengedepankan perdamaian. “Saya tidak ingin menambah luka dengan konflik berlarut. Ketika ada masalah, saya akan dudukkan kedua pihak, cari titik temu, dan selesaikan dengan kejujuran,” paparnya.

Ia mencontohkan kasus perceraian yang kerap memicu dendam turun-temurun. “Anak-anak bisa tumbuh dengan kebencian jika orang tuanya bermusuhan. Tugas kita adalah memutus rantai itu, melindungi masa depan mereka bukan hanya menang di pengadilan.”

Selain pendampingan kasus, Gek Uma berencana gencar melakukan edukasi hukum ke desa-desa. “Banyak ketidakadilan terjadi karena masyarakat tidak tahu apa hak mereka. Saya akan ajari mereka berani bersuara, tapi dengan cara yang benar,” ucapnya.

Baca juga:  Saksi Serahkan Uang Tanpa Paksaan, Putu Balik : Saya Diundang Untuk Hadir

Ia juga berencana membentuk komunitas pendampingan untuk perempuan dan anak, menggandeng tokoh lokal dan pemuka agama. “Hukum harus dipahami sebagai alat perlindungan, bukan sesuatu yang menakutkan,” tegasnya.

Pada kesempatan ini, Gek Uma menyampaikan harapan terdalamnya, “Saya tidak mencari kekayaan dari profesi ini. Saya hanya ingin kata-kata saya bisa menyadarkan orang-orang yang tertindas, membuat mereka tersenyum lagi. Itu lebih berharga dari apa pun,” ungkapnya.

Dengan semangat Tri Hita Karana (filosofi Bali tentang harmoni), ia berjanji akan terus berdiri di garis depan membela mereka yang tak memiliki akses keadilan. “Selama masih ada ketidakadilan, saya akan terus berjuang dengan hati, bukan sekadar pasal,” pungkasnya.

Perjuangan Gek Uma merupakan oase di dunia hukum yang kerap dipenuhi konflik, komitmennya mengabdi pada kaum rentan patut diapresiasi, sekaligus mengingatkan kita bahwa hukum sejatinya ada untuk keadilan, bukan sekadar formalitas. (E’Brv)