Beranda Ekonomi Lonjakan Harga Babi di Bali, IGK Kresna Budi Soroti Dampak Wabah ASF...

Lonjakan Harga Babi di Bali, IGK Kresna Budi Soroti Dampak Wabah ASF dan Solusi Dari Pemerintah

0

BULELENG – Kenaikan harga babi di Bali akibat wabah ASF berdampak luas pada peternak, pelaku UMKM, dan konsumen. Peternak menghadapi kesulitan produksi dan kekurangan modal, sementara pelaku UMKM seperti warung makan tertekan oleh tingginya harga bahan baku. Konsumen juga terdampak dengan lonjakan harga daging yang membebani daya beli, terutama untuk kebutuhan adat.

Wakil Ketua II DPRD Provinsi Bali, IGK Kresna Budi, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap dampak serius wabah African Swine Fever (ASF) dibeberapa daerah di Indonesia, yang berdampak pada penurunan drastis hasil ternak babi di Bali. Meskipun permintaan daging babi meningkat, suplai yang terbatas membuat harga melambung tinggi. Pernyataan tersebut disampaikan Kresna Budi di kediamannya, Rabu (25/12).

“Yang namanya penyakit itu memang berat dihadapi. Kita harus memberikan perlindungan kepada para peternak agar mereka tidak mengalami nasib serupa dengan daerah lain seperti Jakarta, Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi. Pembatasan pergerakan peternakan sangat diperlukan untuk mencegah penyebaran lebih lanjut,” tegas Kresna Budi.

Ia juga menyoroti kurangnya perhatian pemerintah terhadap penyebaran ASF. Salah satu faktor utama penyebaran virus ini adalah alat angkut yang digunakan dalam distribusi ternak babi. Wabah ASF telah menyebabkan kematian ribuan ternak, yang secara otomatis memengaruhi keseimbangan pasokan dan permintaan.

“Semakin sedikit ternak babi yang tersedia, harga tentu akan naik. Ditambah lagi, permintaan daging babi juga meningkat, baik di Bali maupun dari daerah lain,” ujarnya.

Kresna Budi menjelaskan bahwa Bali kini menjadi pusat pembelian babi karena masih memiliki populasi ternak yang hidup. Namun, wabah ASF yang terjadi pada tahun 2019 sempat memusnahkan sekitar 266 ribu ekor babi, dan banyak peternak tidak mampu bangkit kembali akibat keterbatasan modal serta minimnya perhatian pemerintah.

Baca juga:  Perjuangkan Keadilan, Pelaku Usaha SPA Adakan Seminar Nasional

“Makanya, bantuan hibah saya arahkan kepada peternak untuk memulihkan usaha peternakan babi mereka. Prosesnya memang membutuhkan waktu, tetapi ini langkah penting,” imbuhnya.

Ia juga menyoroti dampak lanjutan dari wabah ini terhadap pelaku usaha, termasuk para jagal. “Biasanya mereka memotong 10 ekor babi per hari, sekarang hanya mampu 5 ekor. Pendapatan mereka otomatis menurun,” jelas Kresna Budi.

Dirinya mendesak Pemerintah Provinsi Bali dan lembaga perbankan untuk membantu para peternak dengan memberikan dukungan permodalan. Ia menyarankan Kredit Usaha Rakyat (KUR) diberikan kepada ibu rumah tangga untuk mendorong mereka memelihara babi sebagai langkah membantu peternak yang bangkrut.

“Saya berharap Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali membuat program yang benar-benar mendukung peternakan rakyat. Kita semua harus mengevaluasi bersama dan mencari solusi terbaik tanpa saling menyalahkan,” tegasnya.

Sebagai langkah konkret, Kresna Budi menyarankan diadakannya pertemuan antara pelaku usaha, termasuk peternak, distributor, jagal, hingga pelaku UMKM. Kolaborasi ini diharapkan dapat merumuskan langkah strategis untuk memulihkan kondisi peternakan babi di Bali.

“Mari kita adem bersama-sama, tidak ada yang dirugikan. Saya sangat setuju diadakan diskusi lintas pelaku usaha agar semua pihak dapat bersinergi,” pungkas Kresna Budi.

Dengan adanya sinergi ini, diharapkan masyarakat Bali, khususnya para peternak babi, mampu bangkit dan kembali berkontribusi pada pemenuhan kebutuhan pangan lokal maupun nasional. (E’Brv)