Beranda Ekonomi Prakiraan Dampak Pembebasan Kuota Impor

Prakiraan Dampak Pembebasan Kuota Impor

0

Oleh Prof. Dr. Ida Bagus Raka Suardana, S.E., M.M.  Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Undiknas Denpasar

 

Pernyataan Presiden terpilih Prabowo Subianto mengenai rencana membuka keran impor tanpa memberlakukan kuota merupakan sinyal dari kebijakan ekonomi terbuka yang bertujuan untuk menurunkan harga barang kebutuhan pokok serta mendorong efisiensi pasar dalam negeri. Secara rasional, kebijakan ini ditujukan untuk mengatasi gejolak harga, menjamin ketersediaan barang, dan memberikan tekanan persaingan yang sehat kepada pelaku usaha domestik agar meningkatkan produktivitas dan efisiensi.

Dalam jangka pendek, kebijakan ini dapat membantu menstabilkan inflasi, terutama di sektor pangan, meningkatkan daya beli masyarakat, serta mempercepat akses terhadap bahan baku industri yang belum tersedia secara mencukupi di dalam negeri.

Salah satu dampak positif dari pembebasan kuota impor adalah meningkatnya pilihan dan ketersediaan barang bagi konsumen dengan harga yang lebih kompetitif. Dengan terbukanya akses impor tanpa kuota, biaya logistik dan distribusi berpotensi menurun karena pasokan yang lebih terbuka dari berbagai negara. Industri pengolahan yang bergantung pada bahan baku impor juga akan terbantu dalam menekan biaya produksi, sehingga meningkatkan daya saing produk ekspor Indonesia. Selain itu, dengan meningkatnya volume perdagangan, penerimaan negara dari bea masuk dan pajak impor juga berpotensi meningkat apabila diatur dengan baik.

Namun demikian, kebijakan ini juga mengandung risiko yang perlu diantisipasi secara cermat. Pelaku usaha kecil dan menengah—terutama petani dan produsen lokal—sangat rentan terdampak akibat masuknya produk impor yang lebih murah dan dalam volume besar. Tanpa perlindungan dan peningkatan daya saing, pelaku usaha lokal bisa terpinggirkan, mengalami kerugian, bahkan terpaksa gulung tikar. Sektor pertanian dan perikanan menjadi yang paling berisiko karena masih bergantung pada pola produksi tradisional yang berbiaya tinggi dan berproduktivitas rendah. Ketimpangan antara produk lokal dan impor juga dapat memperlebar kesenjangan sosial dan ekonomi jika pemerintah tidak memberikan subsidi, pelatihan, dan akses pasar yang adil bagi produsen dalam negeri.

Baca juga:  Tekanan pada Indikator Makroekonomi

Ketergantungan jangka panjang terhadap produk luar negeri juga berisiko menurunkan ketahanan ekonomi nasional, terutama jika terjadi gangguan perdagangan global atau konflik geopolitik. Ketidaksiapan infrastruktur distribusi dan logistik dapat menyebabkan manfaat dari kebijakan ini tidak merata—hanya dinikmati oleh pelaku usaha besar di kota-kota besar—sementara daerah tertinggal tetap menghadapi masalah harga tinggi dan keterbatasan barang. Risiko lain yang harus diwaspadai adalah meningkatnya defisit neraca perdagangan jika impor tidak diimbangi dengan pertumbuhan ekspor yang sepadan.

Untuk menyikapi kebijakan pembebasan kuota impor, diperlukan langkah-langkah antisipatif dari pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan. Pemerintah perlu memperkuat sistem perlindungan bagi pelaku usaha lokal, khususnya UMKM dan petani, melalui subsidi input produksi, fasilitasi teknologi tepat guna, serta jaminan akses pasar. Regulasi teknis seperti standardisasi mutu dan sertifikasi keamanan produk impor juga harus ditegakkan secara ketat untuk mencegah banjirnya pasar dengan barang bermutu rendah.

Di sisi lain, pemerintah perlu mendorong industrialisasi sektor hulu dalam negeri agar ketergantungan terhadap bahan baku impor dapat dikurangi. Program pelatihan dan pembinaan bagi pelaku UMKM harus ditingkatkan agar mereka mampu bersaing dengan produk impor dari sisi harga, kualitas, maupun branding. Untuk mendukung keberlanjutan permintaan, konsumen juga perlu diedukasi agar lebih mencintai produk lokal, menjaga eksistensi industri dalam negeri.(***)