Oleh Prof. Dr. Ida Bagus Raka Suardana, SE., MM.
Bali, sebagai destinasi wisata internasional, memasuki tahun 2025 dengan tantangan urbanisasi yang semakin kompleks. Salah satu masalah yang terus membayangi adalah kemacetan lalu lintas, yang tidak hanya memengaruhi kenyamanan masyarakat lokal tetapi juga daya tarik wisata dan ekonomi pulau ini. Kawasan seperti Denpasar, Kuta, hingga Ubud kerap menjadi titik kemacetan parah, terutama pada jam sibuk.
Penyebab Utama Kemacetan
Berdasarkan data Dinas Perhubungan Bali (2024), kecepatan rata-rata kendaraan di jam sibuk hanya mencapai 20 km/jam. Lonjakan jumlah kendaraan pribadi sebesar 12% pada 2024 menjadi penyebab utama, sedangkan panjang jalan hanya bertambah 1,5%. Selain itu, keterbatasan transportasi umum yang memadai membuat masyarakat tetap bergantung pada kendaraan pribadi atau transportasi daring.
Dampaknya terasa nyata: waktu perjalanan meningkat, polusi udara memburuk, dan emisi karbon dari sektor transportasi mencapai 40% dari total emisi di Bali (Universitas Udayana, 2023). Masalah ini diperparah oleh infrastruktur parkir yang tidak memadai dan manajemen lalu lintas yang belum optimal.
Solusi Realistis dan Terintegrasi
Mengatasi kemacetan memerlukan solusi yang strategis dan berkelanjutan, melibatkan berbagai pendekatan berikut:
1. Pengembangan Transportasi Umum Terpadu
Pemerintah perlu mempercepat pengembangan sistem transportasi seperti Bus Rapid Transit (BRT) dan memperluas cakupan Metro Denpasar hingga ke kawasan wisata dan pedesaan.
Penyediaan transportasi umum yang nyaman, terjangkau, dan tepat waktu menjadi prioritas untuk mengurangi ketergantungan masyarakat pada kendaraan pribadi.
2. Pembatasan Kendaraan Pribadi
Kebijakan ganjil-genap di jalan-jalan utama dan tarif parkir progresif di kawasan padat dapat menjadi insentif untuk beralih ke transportasi umum.
Penerapan pajak lebih tinggi untuk kendaraan tua, serta kampanye untuk mendaur ulang atau mengganti kendaraan lama, dapat membantu mengurangi volume kendaraan di jalan.
3. Pembangunan Infrastruktur Pendukung
Pembangunan underpass, flyover, dan jalur khusus sepeda motor di titik-titik rawan kemacetan harus menjadi prioritas.
Desain infrastruktur harus mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan dan dampak sosial.
4. Pemanfaatan Teknologi
Sistem lampu lalu lintas pintar dan aplikasi navigasi berbasis data real-time dapat membantu mengatur lalu lintas lebih efisien.
Data dari platform transportasi daring juga bisa dimanfaatkan untuk mengidentifikasi pola kemacetan dan solusi optimal.
5. Penegakan Regulasi
Penertiban angkutan online ilegal dari luar daerah yang beroperasi tanpa izin harus dilakukan untuk menjaga ketertiban lalu lintas.
6. Edukasi dan Kampanye KesadaranKampanye untuk mendorong carpooling, penggunaan sepeda, dan transportasi umum dapat mengubah kebiasaan masyarakat secara bertahap.
Edukasi tentang dampak negatif kemacetan terhadap kualitas hidup dan lingkungan juga penting untuk meningkatkan partisipasi masyarakat.
Harapan untuk Bali di Masa Depan
Kemacetan bukanlah masalah yang dapat diselesaikan dalam semalam, tetapi dengan strategi yang terkoordinasi dan komitmen dari semua pihak, solusi jangka panjang dapat dicapai. Pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat perlu berkolaborasi untuk menciptakan sistem transportasi yang efisien dan berkelanjutan.
Tahun 2025 dapat menjadi titik balik bagi Bali, membangun fondasi untuk menghadapi tantangan urbanisasi dengan visi yang berorientasi pada masa depan. Dengan pendekatan holistik ini, Bali tidak hanya akan mengatasi kemacetan, tetapi juga mempertahankan reputasinya sebagai pulau yang harmoni antara modernitas dan tradisi.(Tim13)